Mereka terlibat jauh dengan ide dan isu kertas suara tercoblos tujuh kontainer, truk kontainer dari China karena ada huruf asingnya, atau tudingan lain senada. Selama ini diam saja kog, seolah menikmai permainan itu. Ketika air sudah setinggi leher baru teriak-teriak ada kebocoran dan selamatkan perahu.
Apa yang terjadi, memperlihatkan beberapa hal;
Demokrat menyadari perilakunya datang ke istana oleh AHY itu tidak elok, apalagi ada Prabowo yang sangat bisa merasa ditinggalkan ketika menjelang kekalahan. Hal yang sangat tidak elok dalam berpolitik. Kesadaran yang terlambat.
Demokrat berpikir soal kelompoknya, mereka sendiri, dengan asumsi untuk 2024 bahwa mereka itu nasionalis, konstitusional, dan taat aturan. Sangat menjual untuk kepentingan diri dan kelompok, namun mengabaikan kebersamaan koalisi.
Upaya Demokrat keluar dari jerat kelompok-kelompok yang selama ini memiliki reputasi tidak respek pada Pancasila. Usaha yang cukup apik, jika itu konsisten, berkelanjutan, dan terus menerus. Lha selama ini  piye, sekarang piye? Hal yang tidak konsisten.  Cukup miris sebenarnya.
Demokrat hendak menjalin relasi lagi yang sudah sempat ternoda, dan itu sangat tidak mudah, bagaimana koalisi yang dibangun memang sejak awal  rapuh itu, namun di sisi lain mereka juga tidak mau lagi ketinggalan gerbong seperti periode lampau.
Tega menyikat rekan lama demi aman sendiri. Mungkin perilaku Rizieq juga demikian, dan kini Demokrat juga melakukan hal yang sama. Miris sebenarnya, politik ala kepiting ini terus terjadi. Menyelamatkan diri dengan mengorbankan pihak lain.
Mengapa semua itu terjadi? Demokrat hanya namanya yang demokratis, namun jiwanya lebih kuno dari Golkar sekalipun. Terlalu individualistis, dan lainnya menjadi pribadi-pribadi abs, yes man. Dan itu ke depan makin tidak baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H