Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Politik Meja Makan ala Jokowi, Menghadapi PKL dan Prabowo

27 April 2019   09:53 Diperbarui: 27 April 2019   10:14 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik Meja Makan ala Jokowi, Menghadapi PKL dan Prabowo

Diplomasi ala Jokowi memang tidak biasa. Sering dipandang sebelah mata, termasuk usai menjabat presiden hampir satu periode, gubernur setengah periode, dan walikota satu setengah periode. Wajah dan tampang yang tidak meyakinkan, bahasa sederhana, dan juga tampilan yang apa adanya membuat konfirmasi bagi banyak pihak untuk tidak yakin.

Dalam salah satu buku tentang dirinya, Jokowi mengisahkan bagaimana ia sampai mengadakan jamuan makan malam hingga 50 kali untuk para PKL yang hendak ia ajak untuk membangun kota Solo. Perjamuan yang tidak sia-sia karena akhirnya mereka siap dan dengan legawa pindah tanpa adanya gejolak.

Bambu runcing sudah disiapkan untuk melawan PKL. Para staf ketakutan ketika Jokowi mengadakan kunjungan ke lapak PKL untuk makan-makan di sana. Wajah tegang, curiga, dan was-was jelas ditampilkan para pedagang. Satu dua kali undangan itu tanpa berbicara apa maksudnya makan-makan, hanya basa-basi soal bagaimana hidup mereka, dagangan mereka, dan hal remeh lainnya.

Wajar ketika staf mereka ragu dan gamang melihat panjangnya proses untuk membuka pembicaraan soal perpindahan saja. Bayangkan satpol PP bergerak tanpa ba bi bu, ini makan saja tanpa ada apapu yang berkaitan dengan perpindahan. Makan biasa.

Perjuangan panjang yang bagi banyak pihak melelahkan itu sangat dinikmati oleh Jokowi. Ia tahu persis bagaimana bisa mendapatkan hasil sebagaimana ia inginkan. Keadaan porak poranda dan traumatis itu jangan sampai dirasakan oleh PKL dan keluarganya. Itu juga warganya.

Apalagi jika mau menilik lebih jauh, bahwa mereka pun justru adalah aset, karena kemandirian mereka di dalam berusaha. Keterbatasan ini dan itu, toh mereka jalani. Kehadiran pemerintah yang mau mengupayakan mereka untuk mendapatkan banyak kesempatan itu sudah seharusnya kewajiban pemerintah.

Dan itu bisa terjadi, bahkan pindahan laiknya karnaval dengan arak-arakan sebagai wujud suka cita dan harapan. Berbeda dengan cara cepat namun belum tentu berdampak baik secara lebih luas. Memang cara kerja satpol PP akan efektif, namun apakah efisien dan benar-benar manjur? Toh beberapa waktu lagi akan datang lagi dan lagi.

Pola pendekatan hati yang manjur dan efektif, penataan kota tanpa melukai warga patut menjadi inspirasi banyak pihak dan tempat. Namun tentu tidak mesti akan sama. Karakteristik masing-masing tempat berbeda, kepribadian dan sifat orangnya lain pula. Dan itu tidak akan serta merta sama suksesnya. Namun bahwa kehendak dan motivasi baik itu yang perlu menjadi pegangan utama.

Kisah pilpres kali ini  kog identik. Ketika membaca kisahnya mengenai PKL ini, sama. Ketika teriak kemenangan dan bertubi-tubi tudingan kerucangan, pantas saja Jokowi di permukaan diam saja, tidak ada keriuhan yang berlebihan di dalam menyikapi pilpres kali ini. Pendekatan yang  tidak terduga cenderung diambil.

Pertemuan dengan elit PAN jelas warna yang berbeda. Sangat mungkin dengan alasan toh itu acara resmi kenegaraan, sangat tidak elok jika tidak hadir, misalnya. Toh secara politik bisa sangat berbeda dilihat dan dimaknai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun