Preseden buruk dengan apa yang tampil ini, jika pun menang, susah bergerak karena dihuni para pelaku politik gila pengaruh. Merasa diri paling dan semua pihak di luar mereka itu tidak berjasa, tidak perlu mendapatkan "kue". Khas lagi-lagi kanak-kanak.
Apa yang ditampilkan bertolak belakang dengan ideal yang ada. Memang bahwa dunia tidak akan ideal, namun paling tidak adalah apa yang lebih baik. Kemenangan itu akan disambut dengan suka cita, riang gembira, saling peluk dan luapkan kegembiraan bersama. Apa yang terjadi malah berbeda.
Saling tuding dan saling tuduh itu khas kekalahan. Lihat dalam sepakbola itu kesalahan rekannya kalau menang akan dilupakan, berbeda kalau kalah akan diungkit-ungkit dan disebut sebagai biang kekalahan. Jadi sangat wajar jika klaim kemenangan itu hanya wujud kepanikan menghadapi kenyataan.
Orang yang menang itu akan tenang, bisa melihat segala hal dengan luas dan mendalam. Berbeda dengan yang kalah, akan emosional melihat yang berbeda. Kebenaran akan diterima dengan nalar, pun kekeliruan. Berbeda jika menghadapi kebenaran saja sudah emosional, susah melihat itu sebagai hasil pemenang.
Kalah atau menang jadi abu politik model demikian. Kebersamaan dalam hal yang enak saja, kalau buruk ditinggal. Pilihan rakyat kog tampaknya sudah benar dan berhasil. Hitung cepat dan pernyataan banyak kepala negara dan pemerintahan tidak salah, memang belum resmi dan hasil yang valid, toh kaya Kyai Amien itu tanda-tanda. Arahnya jelas.
Politik kepiting lebih dominan di tampilkan, menginjak, menyapit, dan menjatuhkan yang sudah berusaha untuk berhasil. Mengerikan model demikian, kepiting hidup dalam dan atas naluriah, tidak peduli cara benar atau salah. Manusia berdasar akal budi yang memiliki ranah moral, baik dan buruk turut menjadi pertimbangan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H