Cukup menarik usai Jokowi dan keluarga mendapatkan kehormatan bisa memasuki Kabah dan mendapat sambutan hangat dari Raja Salman dan Putera Mahkota. Â Reaksi positf dan cibiran jelas soal biasa. Di mana memang demikian adanya. Cukup menarik adalah reaksi bahwa pentolan FPI menolak untuk ditemui Jokowi. Pada sisi lain TKN membantah Jokowi hendak mengunjungi Rizieq di Arab.
Namanya politik itu bisa apa saja, mau hitam menjadi pink, putih menjadi hijau, merah menjadi coklat hal yang wajar. Rekam jejak yang akan memberikan bukti dan kebenaran mengarah ke mana. Siapa yang biasa memainkan klaim dan berteriak kencang namun  tidak ada isi, atau siapa yang biasa berkata bohong dibalut dengan ayat suci.
Posisi Jokowi itu presiden, ini tidak bisa disangkal, tidak bisa dibantah, dan sedang mengadakan perjalanan spirtual dan ibadah. Sangat wajar Raja Salman sebagai tuan rumah menyambut dan memberikan pelayanan terbaik. Ingat ini normatif antarnegara sahabat. Â Toh Raja Salman juga pernah berkunjung ke Indonesia dan merasa kerasan dan menambah waktu tinggalnya.
Ketika ada politikus menyatakan Jokowi ngemis-ngemis ke Raja Salman, jelas pemahaman protokoler dan  diplomasinya masih sangat rendah. Atau hanya karena kebencian semata menutup mata dan malah maunya merendahkan Jokowi justru melecehkan Raja Arab Saudi, negara sahabat yang  memiliki peran penting bagi kehidupan sebagian besar anak negeri ini.
Tambahan lagi kuota jemaah haji jauh lebih penting dari pada kenyinyiran politikus bau ingusan sok tahu maunya merendahkan pemerintah sendiri terus menerus. Kini kena batunya karena justru merendahkan Raja Arab Saudi sekaligus. Memalukan, jika itu dilakukan orang biasa masihlah wajar, ini politikus, partai Allah lagi. Memalukan. Perlu belajar lagi jadi tidak hanya hati penuh kebencian, tetapi masih mau menerima gaji yang ditandatangani presiden. Munafik.
FPI dan Rizieq. Jokowi itu presiden, mau diakui atau tidak, ia adalah presiden RI, dan sekita ke Arab tidak bisa lepas ia sebagai presiden. Jika menemui  Rizieq, ingat posisi dan kondisinya itu sebagai apa? benar bahwa warga negara, namun apa tidak ingat posisinya sebagai pelarian itu membawa implikasi hukum bagi Jokowi sebagai presiden.
Berbeda dengan Prabowo, Amien Rais, Anies, atau siapapun yang ke Arab dan sowan ke Rizieq, meskipun ada implikasi hukum, toh tidak separah jika itu Jokowi.  Bagaimana  bisa seorang presiden negara besar sowan, pada buronan pada tuduhan yang berlipat-lipat demikian. Meskipun ada yang sudah dihentikan, toh masih banyak yang mengantre.
Apa yang membuat FPI serasa besar dan berani menglaim Rizieq telah menolak Jokowi? Kata akan dijemput oleh Prabowo beberapa kali. Mereka lupa Jokowi bukan Prabowo. Benar bahwa upaya untuk mengembalikan Rizieq dengan kedatangan tim mereka ke istana telah diterima Jokowi, namun toh tidak ada tindakan lanjutan. Â Apa ini cukup menjadi bukti Jokowi mau datang kepada pelarian? Jelas tidak.
Ingat posisi Rizieq justru makin lemah dan tersudut, tidak ada lagi amunisi cukup kuat untuk melakukan tekanan pada pemerintah dan Jokowi sebagai pribadi. Pernyataan Yusril kemarin makin melemahkan posisi dan kedudukan Rizieq di depan teman-temannya selama ini. Keuntungan Jokowi sangat kecil. Malah merugikan karena presiden mendatangi pelarian.
Kebersamaan Rizieq dan SBY makin jauh dengan lagi-lagi pernyataan Yusril. Apalagi usai isu pilkada DKI yang membuat AHY kalah sejak awal. Ini permainan politik, bukan sekadar calo level pasar atau terminal.
Pernyataan yang menglaim Jokowi ditolak itu jauh dari dari faktual. Presiden, jauh lebih pintar mengatur intelijen, diplomat, bahkan melibatkan interpol dan KSA pun bisa. Mosok ditolak pelarian seperti itu. Kecil kemungkinan gagal, apalagi jika menggunakan pola pikir Mardani Ali Sera, Jokowi bisa mengemis pada Raja Salman untuk masuk Kabah, mosok memaksa Rizieq untuk menerima Jokowi tidak bisa. Ingat ini pola pikir mereka lho.