Kemarin, lagi-lagi KPK melakukan OTT, usai ketum PPP, pejabat BUMN, eh kini kemungkinan politikus Golkar dari DPR-RI. Belum ada rilis resmi memang, namun jika itu benar ada beberapa hal patut dilihat sebagai sebuah kesadaran bersama dalam konteks kampanye.
Siapapun orangnya, apapun partainya, dan di manapun afiliasi politiknya sangat mungkin terindikasi korupsi, kala politik beaya tinggi menjadi gaya hidup dan satu-satunya cara. Jadi tidak ada kaitan antara pemegang kekuasaan ataupun oposisi.
Jauh lebih mengerikan ketika yang kena OTT itu dari kubu oposisi, narasi yang akan nyaring adalah ah itu kepentingan kekuasaan demi pencitraan calonnya. Atau ah itu sih  kriminalisasi, atau yang lainnya dengan nada sama, mana mungkin kami oposisi memiliki akses seperti itu.
Lebih menakutkan lagi, dan memilih menonton valak atau the nun, dari  pada narasi pembubaran KPK jika pihak seberang pemerintah yang terkena OTT. Apa yang dilakukan KPK hingga kini pada jalur semestinya dan patut diapresiasi, didukung, dan lepaskan dari konteks kampanye.
Korupsi bukan soal kampanye dan persoalan politik, namun bahwa pelaku maling ini jelas tamak karena ekonomi beaya tinggi politik bangsa yang amburadul. Refleksi buat partai politik, bukan untuk KPK atau pemerintah semata-mata. Persoalan bangsa, tidak perlu dijadikan bahan kampanye siapapun, baik pemerintah apalagi oposisi yang setengah data semata di dalam menjadikan itu muatan kampanye.
Apa salah Jokowi?
Jelas tidak sepenuhnya demikian, nalarnya begini, memang perilaku korup baru kali ini terjadi? Semasa pemerintahan sebelum Jokowi, belum ada korupsi nah itu baru boleh salah Jokowi. Toh perilaku tamak, korup, dan tidak kenal batas kepentingan lagi. Nyatanya korupsi merajalela sejak lama.
Apakah tidak ada peran pemerintah untuk mengurangi itu? Jelas ada. Bagaimana KPK suah bekerja keras, OTT di mana-mana, dan malah dituding tebang pilih, ide membubarkan segala, itu upaya baik, banyak, dan tidak kenal lelah, begitu saja nyinyir dan nyinyir masih terdengar.
Yang tertangkap adalah pendukung pemerintah, kemudian pemerintah abai akan itu, ah tidak juga, jadi begini, apakah kalah ada anak yang nakal, kemudian bapaknya sepenuhnya salah dan tidak peduli akan itu. Bisa saja, namun perlu dilihat juga perilaku dan rekam jejaknya selama ini.
Berbeda jika yang terkangkap itu adalah sanak-kerabat, anak, keponakan, atau besan dari Jokowi, bolehlah kalau itu yang terjadi. Bayangkan pemerintahan sebelumnya itu ada besan, menteri aktif dan bagian inti partai yang bersangkutan. Salahkan dengan masif sekalipun karena dugaan ke sana sangat mungkin karena potensi aliran dana ada ke sana.
Sikap dan pilihan kesederhanaan jauh dari perilaku Jokowi selama ini. Â Malah cenderung dinyinyiri kalau Jokowi pencitraan, menyulitkan paspamres, dan sejenisnya itu. Kan aneh ketika korupsi untuk gaya hidup mewah dihujat, pun presiden melakukan gaya hidup sederhana dinyinyiri juga, juk karepmu ki apa, Ndhes?