Salah satu pengamat mengatakan Jokowi mudah saja menang dalam survey bahkan dalam pilpres dengan sangat mudah. Tanda tangan dan keputusannya sebagai Presiden, Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan masih sah.
Ada hal yang sangat menggiurkan sebagaimana kata pengamat itu, di mana ia akan sangat populis, sangat disukai, dan  yakin langsung meroket. Turunkan tarif dasar listrik, turunkan harga BBM, dan juga mainkan isu pajak, termasuk di sana adalah kembalikan subsidi macam-macam itu.
Sangat logis, bahwa demokrasi itu soal pemilih dan itu bisa dengan mudah diraup jika memainkan isu-isu yang menyenangkan banyak pihak. Apa sih yang menyenangkan orang kita? Subsidi yang tidak kenal batas puluhan tahun itu. Subsidi dalam bidang BBM dan listrik jelas sangat meninabobokan anak bangsa. Pajak yang tidak jelas penanganannya. Ketika apa yang melenakan itu diambil akan meradang dan demikian panas.
Jalan Sunyi vs Jalan Populis
Bagi yang hidup di Jawa, terutama perkotaan minimal pinggir kota, tidak akan pernah tahu susahnya perjalanan di daerah, apalagi Papua. Mahalnya BBM, bahkan di kota atau pulau minyak sekalipun. Tanya harga BBM di daerah Kalimantan Timur yang sejatinya kaya minyak itu berapa. Dan menjalankan perintah Sila kelima Pancasila, Keadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Satu harga BBM seluruh Indonesia itu jelas bukan pilihan populis. Apa sih yang diharapkan dari Papua, ketika berbicara soal pemilih dan potensi pemilih bagi pilpres. Namun bukan itu, mereka juga anak bangsa yang sama dengan yang ada di Jakarta. Sebagai anak bungsu yang jauh tertinggal harusnya mendapatkan perhatian, Â namun malah selama ini diminta kerja keras.
Pembangunan infrastruktur, jelas perlu dana luar biasa besar. Kembali, jika berbicara pemilih, manjakan saja Jawa, Sumatera khususnya Utara dan Selatan dan Sulawesi Selatan, jauh sangat menjanjikan. Kembali soal pemerataan dan persatuan juga, pilihan nonpopulis dipilih. Membangun trans Papua itu sangat mahal.
Begitu malah dikatakan sebagai menumpuk utang, rakyat tidak makan semen dan beton. Untuk populer gampang kog, tidak usah susah-susah bangun ini dan itu. Uangnya berikan saja dalam bentuk subsidi bagi rakyat. Naikan gaji dan anggara dewan, pasti mereka akan duduk manis, tidur, dan selalu setuju atas semua ide dan gagasan pemerintah.
Pajak  pun perlu dikejar agar bisa membeayai pembangunan. Pada satu sisi tentu orang enggan, karena selama ini sudah nyaman dengan tidak mau tahu atas keberadaan pembangunan. Fakta dan bukti demikian banyak dan mudah ditemui.
Birokrasi yang biasanya enggan beranjak, kini haus bekerja. Pantas jika beberapa survey memberikan hasil jika ASN cenderung enggan mendukung Jokowi, karena mereka enggan kerja keras dan memilih untuk kembali pada pola lama yang enak dengan pekerjaan yang jaminan namun kinerja buruk.
Birokrasi yang biasanya mengandalkan uang dari rekruitmen, kenaikan pangkat, hingga penempatan. Sedikit demi sedikit mulai transaran. Ini jelas menimbulkan gejolak  yang tidak kecil. Hal ini bisa dilihat komentar, artikel, dan dukungan mereka ke mana dalam pilpres ini. Dan itu faktual