Perilaku elit dalam hal ini ketum partai sebenarnya bisa menjadi pengendali. Namun selama ini toh mereka berdua diam saja. Seolah mengindikasikan toh menguntungkan, mau apapun silakan. Dengan pelajaran ini sebenarnya jauh lebih bijak mereka mengubah cara berpolitiknya.
Tudingan kriminalisasi sudah susah diterapkan, paling-paling jebakan, dan itu sangat mudah dipatahkan dengan uji darah dan rambut sehingga akan ketahuan berapa lama penggunaan, mosok jebakan sudah mendarah dan rambut. Ini sederhana.
Pernyataan para elit politik perlu jernih dan bijak sehingga memberikan pendidikan politik. Narkoba itu pilihan, karena toh banyak yang bisa bekerja dengan baik tanpa narkoba, atau mengatasi trauma tanpa narkoba. Atau malah jangan-jangan pas bicara seenaknya itu karena sedang fly atau mabuk? Jika ia mengerikanlah, orang mabuk menjadi bahan kampanye yang bisa merusak negara.
Ada yang berkomentar itu musibah. Bukan musibah itu manusia sebagai pribadi tidak berdaya untuk menghindarinya, seperti kecelakaan, jatuh, atau dikeroyok orang. Narkoba, maling-korupsi itu pilihan. Memilih yang baik saja tidak mampu, bagaimana mau meyakinkan pemilih untuk tetap meilih seperti yang ia katakan.
Pelajaran berharga untuk berpolitik secara santun itu bukan hanya omong kosong dan slogan semata. Jangan kemudian tertangkap malah menuding, memfitnah, dan mengatakan kriminalisasi. Sudah narkoba pun tetap Jokowi yang salah. Ini ugal-ugalan tidak bermutu sama sekali, perlu menjadi kesadaran bersama, hentikan membodohi orang lain. Kalian bodoh itu silakan, jangan bawa-bawa rakyat ikut bodoh.
Kualitas elit makin gamblang terlihat dan makin membuktikan pilihan itu untuk siapa, bagaimana kumpulan para pribadi naif dan maaf munafik demikian mau dipercaya?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H