Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Yang Tercecer dari Debat Pilpres, Balik Badannya Politikus Ini

23 Februari 2019   09:00 Diperbarui: 23 Februari 2019   20:05 1298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Sudirman Said selaku mantan menteri dan membidangan bagian paling seksi ESDM, dan kini beralih peran pada sisi koalisi 02.  Entah karena kegagalan jagoannya di dalam presentasi dan melakukan debat dengan gemilang, padahal menjadi tanggung jawabnya sebagai bidang materi dan litbang. Ada pada pundaknya untuk menyajikan data dan fakta bagi panglima yang maju "perang."

Apa daya mlempem dalam hampir seluruh segi debat. Materi kedodoran, sikap di dalam menyikapi kesalahan dan kekalahan itu pun setali tiga uang. Lebih cenderung gagap dan gagal. Apalagi jika ada yang mempersoalkan ke penegakan hukum karena sudah keterlaluan di dalam melakukan pembelaan.

Sejatinya jauh dari persoalan debat yang harusnya selesai ketika memang waktu di atas panggung habis. Mengapa berkepanjangan?  Hal ini memperlihatkan kualitas koalisi yang minim esensi dan prestasi ini. Mengapa  malah mengumbar hal-hal yang malah potensial memercik muka sendiri itu? Salah satu  yang paling sengit dari Sudirman Said.

Ia melontarkan potens Jokowi "melanggar kepantasan, bahkan hukum" karena bertemu dengan petinggi Free Port. Seolah-olah normatif, jujur, kritis, dan sudah seharusnya demikian. Jadi benar-benar menarik jika mau mengulik jauh ke belakang, di mana apa yang dikatakan 2019 itu berbalik sepenuhnya dengan apa yang ia katakan di tahun 2015. Sama sekali berbeda dan berbalik penuh.

Rekam jejak apalagi era digital itu kejam bagi yang tidak konsisten. Bagi para pelaku apapun itu dengan konsisten tidak akan khawatir. Nah ternyata ini yang abai diingat oleh Sudirman Said. Bagaimana ia pernah menyatakan pertemuan presiden itu sah, bisa dimengerti, dan tidak ada yang salah dengan itu.  Kondisi waktu itu tidak tertekan oleh politik, tidak juga ketakutan karena kalah atau salah dalam arti apapun. Tekanan juga tidak ada bukan?

Nah ketika kini, kubu yang diusung terdesak, dan ia adalah salah satu tim yang memiliki porsi besar untuk membuat junjungan moncer, dengan pernyataan Jokowi bertemu rahasia dengan petinggi FT, ke mana kira-kira arahnya? Ada tekanan kalah debat, pernah dipecat, dan kubu yang sekiranya akan menjadi naungan itu tidak lagi berpengharapan.  Kondisi jelas bertolak belakang. Tidak bebas dalam arti yang seluas-luasnya.

Kondisi itu, mana yang bisa lebih dipercayai sebagai kebenaran, 2015 atau 2019? Tentu bahwa semuanya bisa saja ada unsur yang salah dan benar. Potensi adanya politisasi dan menyembunyikan kebohongan cenderung lebih kuat di pernyataan yang kedua. Belum lagi jika membandingkan kedua pribadi yang terlibat. Antara Jokowi dan Sudirman Said.

Salah satu kekuatan yang abai dilihat para politikus dan barisan sakit hati itu posisi dan sikap Jokowi yang sekalipun tidak pernah menyatakan menteri yang diganti dengan citra dan catatan buruk.  Sebenarnya aneh justru para menteri yang diganti malah menjelek-jelekan, orang yang sangat mungkin dan bisa menyatakan kondisi dan itu bisa menyelesaikan banyak hal.

Jauh sebelum ini ada juga pernyataan mantan menteri Feri Mursyidan Baldan.  Mengritik bagi-bagi sertifikat. Seolah presiden mengambil alih peran semua pihak dan hanya presiden yang berjasa. Apakah itu hanya kesan dari pribadi si menteri dan hanya karena malu kinerjanya buruk tidak seperti ketika sudah diganti?

Sejatinya, sudah cukup baik, presiden memperhentikan tanpa memberikan catatan apapun  secara publik. Karir politik ataupun karir publik lainnya masih bisa berjalan dengan sebagaimana mestinya. Ini hanya bisa dilakukan oleh pemimpin besar, berjiwa besar, bahkan potensial menelikung seperti ini  karena kecewa.

Keberanian menyimpan rahasia itu sebuah sikap langka bagi politik dan perilaku berpolitik bangsa ini, akhir-akhir ini. Dibalas dengan  air tuba pun tidak disikapi dengan berlebihan. Sama seperti bapak yan dimarahi bahkan dimaki anaknya karena tidak dibelikan motor.  Apa iya sebagai bapak akan gantian memaki si anak yang tidak tahu diri itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun