Kurang Ajar di Balik Isu Pergantian KHMA dengan BTP
Isu dan gorengan makin hari makin tidak karuan menjelang pemilu mendatang. Ini sudah level kurang ajar, karena secara tidak langsung mendoakan atau minimal berharap bahwa salah satu kandidat dalam pemilu mendatang berhalangan tetap. Tentu bahwa halangan tetap itu sakit keras atau bahkan meninggal. Ini serius.
Atau berharap KHMA melakukan pelanggaran berat dalam bernegara? Jelas lebih jahat lagi, dengan melanggar UUD dan KUHP berat korupsi misalnya, ini memang bisa membuat beliau digantikan. Melihat narasi yang dikembangkan selama ini, hanya demi mendelegitimasi keberadaan beliau, hal ini perlu sangat diperhatikan.
Siapa pelakunya? Apa iya koalisi 01 sendiri? Susah melihat itu, meskipun dibangun dengan narasi bahwa penetapan KHMA itu ada "keterpaksaan", karena awalnya ada Prof Mahfud MD yang sudah mempersiapkan banyak hal. Dalam  hitungan detik semua berubah. Tidak cukup menjadi bukti, di mana toh Pak Mahfud sendiri jauh lebuh positif dan mendukung isu-isu terkait pemerintah.
Ada dua yang bisa disasar dengan isu ini, mendelegitimasi KHMA sebagai sosok sepuh yang tidak akan bertahan lama. Sangat kurang ajar bukan? Berlebihan tentunya. Berkoar-koar kriminalisasi ulama ditudingkan ke Jokowi, tapi perilakunya kog makin tidak karuan. Makin tidak berkualitas, selain hanya memikirkan kepentingan kelompok saja.
Test kesehatan toh sudah dilakukan, dan hasilnya memberikan rekomendasi bisa melanjutkan proses tahapan pencalonan. Itu tidak bisa diganggu gugat, pun tidak bisa dirusak dengan wacana dan ide-ide serta opini liar yang hanya demi kepuasan sesaat atau malah sesat.
Keberadaan BTP yang selalu saja dijadikan bahan demi kepuasaan hasrat sakit hati mereka. Peniup isu ini juga pihak-pihak yang dulu memenjarakan Ahok dengan tuduhan yang toh dimentahkan oleh banyak pihak yang sama kuatnya. Hanya faktor politis semata yang membuatnya tidak mudah. Sama-sama dipahami kog.
Menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus melibatkan BTP? Ini titik masuk yang pernah, ingat pernah, sebagai sarana masuk untuk  menggelorakan massa yang luar biasa. Tentu ini yang akan diulang terus menerus. Mempertontonkan kualitas politik murahan sebenarnya jika demikian itu.  memikirkan masa lalu semata.
Masih banyak yang sensi dan mudah terbakar dengan isu agama dan ras, apalagi pernah merasa sukses dan menang, sayangnya mengapa harus dengan satu orang yang sama. Menariknya adalah, sikap bertolak belakang yang dipertontonkan perilakunya antara sikap tanggung jawab Ahok dibandingkan dengan Buni Yani dan Ahmad Dhani saja misalnya. Memberikan gambaran bertola belakang, di mana sikap tanggung jawab itu nol besar.
Patut juga curiga atau  perlu mengingat kisah almarhum Gus  Dur yang dijatuhkan. Dalang yang melakukan ada di mana? Tentu sudah paham bukan? Namun konteksnya berbeda. Di mana dulu hanya perlu MPR semata. Kini lebih rumit dan memang dibuat tidak mudah, agar ada kepastian hukum dan demokrasi memang lima tahun sekali suksesi itu.
Susah dan tidak sederhana untuk menggantikan kedudukan seorang wakil presiden, hanya dua yang bisa, di mana meninggal atau sakit. Syukurlah bahwa ada yang mendoakan bahwa pasangan 01 menang, bahkan oleh kecenderungan yang menebarkan isu ini jelas rival. Jelas tidak mungkin jika koalisi 01 sendiri yang membuat isu ini.