Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fadli Zon Muisi Terus, Kapan Kerja?

7 Februari 2019   09:00 Diperbarui: 7 Februari 2019   09:09 1721
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Rekan-rekan Kompasianers jika kehabisan ide dan mentok untuk membuat opini lebih dari 150 kata, biasanya lari ke fiksi, entah puisi atau yang sejenis. Atau jika mau main aman karena sensitif juga melarikan tulisannya ke ranah fiksi. Sambil "menyindir" tokoh tertentu, jadi serasa nyaman dengan berlindung dengan kanal fiksi.

Apa yang dilakukan Fadli Zon, kog tampaknya juga berkiatan dengan hal ini. Menyembunyikan ketidakmampuannya sendiri dengan memainkan puisi, dengan demikian akan aman atas tuntutan pencemaran main. 

Mengapa bisa demikian? Tafsir atas puisi tentu bukan tasfir tunggal. Lha UU dan KUHP yang tidak ada multi tafsir saja di tangan Zon dan kawan-kawan bisa seenaknya dimaknai sesuai kepentingannya sendiri kog.

Pembuktian mendasar atas kinerja dewan adalah dari banyaknya produk hukum dari yang direncanakan. Ingat jangan bersembunyi dan mengatakan negara yang banyak perundang-undangan masih terbelakang. Atau menyalahkan pemerintah. Lha namanya legeslator yang membuat undang-undang. Tapi apakah demikian?

Selama empat tahun lebih dari 183 target hanya bisa disahkan 80. Perundangan yang bisa pun belum tentu sesuai dengan kepentingan bangsa dan negara. 

Sering menjadi bahan perdebatan dan bahkan petisi ini dan itu.  Belum lagi, ada yang diujikan ke MK dan bisa-bisa batal atau minimal revisi di sana sini. Artinya kualitasnya masih perlu diperhatikan.

Perlu dilihat secara tahun ke tahun bagaimana  perencanaan mereka. Tahun 2015 mereka merencanakan 40 namun hanya jadi tiga RUU yang menjadi UU. Tahun selanjutnya dari 51 target dan sukses pada angka 22. 

Selanjutnya tahun 2017, cukup mengerikan dari target 52 hanya mampu diselesaikan enam saja. Tahun politik 2018 juga demikian, dari target 50 hanya mampu menyelesaikan empat saja.

Belum lagi jika berbicara soal kehadiran anggota  dewan.  jangan ditanya lagi. Ini sangat sederhana dan tidak erlu muluk-muluk bicara banyaknya UU yang mau dibuat. Perbaiki saja persentase kehadiran. 

Entah apakah sudah ada yang melakukan survey dari daftar absen, gaji dan tunjangan yang diterima, dengan kinerja anggota dewan. Ini masuk ranah  korupsi lho.

Eh malah pimpinannya asyik membuat puisi. Tidak ada yang salah mengenai puisi. Juga tidak ada yang melarang jika pimpinan dewan berpuisi dan mengapresiasi karya sastra. Namun ketika asyik membuat puisi namun malah lupa melakukan pekerjaan pokoknya ya buat apa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun