Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengikut Logika Atiqah Hasiholan, Siap-siap Gemetar

2 Februari 2019   15:00 Diperbarui: 2 Februari 2019   15:04 3094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG)

Masalah dan potensi pelanggaran hukum ketika ada yang membawa kisah pengeroyokan ini ke ranah publik melalui media sosial. Oleh Tempo, pertama kali beredar dalam akun atas nama Swary Utmu Dewi. Unggahan ini sudah terhapus.

Lebih jelas lagi ketika mulai menjadi ramai, apalagi penggunggahnya adalah politikus. Dalam berita yang sama dikatakan bahwa si politikus ini membenarkan adanya penganiayaan.

Semakin liar dan berkembang karena mulai banyak tambahan di sana-sini. Benar kata orang bahwa menitipkan uang bisa berkurang, menitipkan kalimat bisa bertambah. Ini konkret ketika ada bumbu-bumbu yang makin panas.

Konferensi pers, kemudian mungkin saking semangatnya ada pemerintah ke mana, ada orang manula, dianiaya, kegagalan pemerintah menjamin keamanan warganya, dan kalimat-kalimat provokatif lainnya. Meskipun ini keluar sebelum fakta bahwa RS oplas, toh sudah ada tudingan dan tuduhan yang kog berlebihan juga.

Melibatkan otoritas yang berkaitan dengan internasional, bandara, beda jika itu terminal, mungkin orang asing tidak akan peduli, ah biasa tidak ada kaitan dengan  kami. Ketika berbicara bandara, kemungkinan pihak luar untuk memakai fasilitas itu ada. Nah tentu bukan hal yang sesederhana dan sepele seperti permintaan maaf.

Jangan dinilai berlebihan ketika otoritas bandara dan kepolisian bersigegas untuk menindaklanjuti kisah ini. Dan tidak pakai lama akhirnya adanya pengakuan bahwa itu adalah kebohongan. Mengaku sebagai pembuat hoax paling besar, dan pihak lain adalah korbannya.

Sikap para politikus yang kemarin meyakinkan sesuai dengan kapasitasnya, ada yang dokter merasa lebih tahu luka apa itu, ada politikus yang mengatakan bahwa pemerintah abai, dan seterusnya. Langsung berramai-ramai, kalau mereka ada korban kebohongan RS. Mereka merasa menjadi korban yang patut dikasihani, sedang si RS adalah pelaku tunggal.

Apakah benar sesederhana itu? Melihat ketika ada tiket segala kog menjadi tidak sesederhana yang dinyatakan itu. Adakah kaitan dan kesengajaan untuk memang "melarikan" diri, jika tidak ketahuan itu sebagai kebohongan?

Ini menjadi penting, sehingga RS tidak sendirian saja menghuni penjara.  Apakah akan sampai ke sana? Ini menjadi lebih menarik karena bisa menyeret banyak pihak.

Langsung gegap gempita menolak terlibat seolah RS kena kusta, bahkan dipecat juga dari BPN, apalagi makin terkonfirmasi sikap ini kini, aktual ketika menghadapi kasus AD. Sikap yang sangat berbeda. Mengapa berbeda dan sangat jauh?

Ke mana orang-orang yang dulu membela, menuding pemerintah tidak bermutu beraninya pada nenek-nenek? Seolah benar semua dan menanggung beban sendirian saja oleh RS. Berlatihlah untuk bertanggung jawab sebagai seorang ksatria, jangan menjadi pelaku lempar batu sembunyi tangan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun