Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengikut Logika Atiqah Hasiholan, Siap-siap Gemetar

2 Februari 2019   15:00 Diperbarui: 2 Februari 2019   15:04 3094
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.com/DIAN REINIS KUMAMPUNG)

Tugas polisi sudah purna, dan kejaksaan menjadi penanggung jawab kasus Ratna Sarumpaet. Ketika mengantar ke pihak kejaksaan, anak Ratna yang selama ini diam, mengungkapkan hal yang cukup siginifkan. Ia mengatakan, benar bahwa ibunya berbohong tetapi tidak menyebarkan itu kepada khalayak umum, selain keluarga dan orang terdekat.

Menarik lagi apa yang juga ia katakan, apa ada pasal untuk kebohongan? Ini bisa menjadi perang terbuka pada pihak-pihak yang membuat hal ini menjadi sensasional dan kontroversial.

Apalagi ketika mereka yang dulunya seolah bak pahlawan pembela kebenaran itu memecatnya dan kemudian menjenguknya pun sama sekali tidak. Bandingkan dengan kisah AD yang sudah dikunjungi Amien Rais dan juga cawapres. Sudah ada janji revisi UU ITE segala. Luar biasa bukan?

Pola pemikiran puteri Ratna Sarumpaet memang ada benarnya juga, coba dipahami ketika berbincang di dalam rumah, mengenai keluarga, posisi "demi" nama diri, dan beberapa kolega penting yang tahu.

Ini masih ranah privat dan tidak masalah, sama juga lah mengambil kue jatah kakaknya diam-diam, level kesalahannya. Nah lebih parah adalah ketika itu menjadi konsumsi publik, para pelaku politik praktis dengan berbagai narasi ke mana-mana.

Ketika dibawa ke publik dengan tambahan narasi itu menjadi pidana, dan ada unsur pelanggaran hukum. Belum lagi ketika ada indikasi "pelarian" diri ke luar negeri. Di sinilah menjadi masalah dan potensi pelanggaran hukum itu makin jelas. Penambahan narasi ini dan itu membuat makin melanggar hukum. Peristiwa oplasnya dan curhat di rumahnya tidak ada persoalan.

Dari ranah privat menjadi publik ini yang mulai menjadi kasus hukum. Ditambahi dengan perencanaan ke luar negeri. Apapun alasannya, baik legal atau tidak, bisa menjadi potensi pelanggaran hukum lain. Mengapa demikian?

Ingat kisah Nunun Nurbaeti, oleh Merdeka.com dia pernah dijadikan judul sebagai buronan paling sulit dicari di Indonesia. Alasan klasik sakit dan berobag ke luar negeri menjadi cara berkelit dan akhirnya di tangkap di Bangkok, Thailand. Ini salah satu, sama-sama perempuan. Kisah 2011 ini toh pasti menjadi pertimbangan bagi kepolisian.

M. Nazarudin, jelas buronan yang menghabiskan banyak uang demi menyewa jet memulangkan bendahara Demokrat hingga Kolombia sana. Bayangkan pelarian hampir separo dunia, betapa banyak uangnya coba. Beaya untuk menangkap dan memulangkan juga tidak sedikit.

Pegawai pajak yang satu ini licin bak belut renang di minyak pelumas. Bagaimana bisa nonton tennis di Bali, kabur dan ditanggap oleh seorang "sakti" yang bisa mendatangkan buron ke hadapannya, dan pulanglah sebagai "pahlawan" dengan buronan nomor wahid. Ada kesulitan luar biasa.

Seorang petinggi Polri digrebeg di bandara, karena bisa berabe ketika sudah terbang dan di luar negeri. Ini juga tentu menjadi pertimbangan sehingga ketika Ratna Sarumpaet mau ke luar negeri juga ditangkap. Dan kisah yang beraroma drama itu menemui babak baru yang aroma hukum, dan drama politis meninggalkan RS sendirian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun