Demokrat cukup lama merasakan dan mengatakan kalau capres yang mereka usung tidak cukup menjual dan efek bagi pileg tidak memberikan dampak baik. Eh kini PKS pun mengatakan yang sama, bahkan identik. Tidak berefek bagi mereka di dalam pemilu mendatang. Logis.
Pernyataan Demokrat dulu tidak cukup mengagetkan karena reputasi mereka yang biasa main dua kaki. Kali ini diungkapkan oleh partai yang biasa taat buta dan cenderung fanatis.Â
Apalagi ini waktu semakin pendek. Beberapa hal yang mendasari sikap Shohibul Imam sebenarnya sangat wajar, karena keadaan terpepet dan mendesak untuk mengejar pemilih potensial.
Hal yang sebenarnya lumrah, karena sejak 2015 arah peta PKS sebenarnya, terutama sang presiden lebih mengarah pada bergabung dalam  pemerintahan. Ini hanya masalah faksi dan beberapa pihak tua-tua yang seolah enggan atau malu balik badan. Pilihan realistis sebenarnya, toh PAN juga melakukan, tidak ada salahnya PKS memilih jalan yang sama.
Semua sudah terjadi. akhir-akhir ini kondisi PKS makin berat. Beberapa hal bisa dilihat sebagai berikut:
Survey banyak mengaitkan dengan kemerosotan popularitas PKS. Usai badai korupsi edan-edanan dulu, belum banyak sikap dan perilaku yang bisa membuat orang percaya kembali. Ini pasti mereka sadari dengan baik.Â
Beberapa pihak juga menilai bahwa sangat mungkn PKS masuk pada posisi kritis untuk lolos ke parlemen. Semua masih mungkin dan sangat terbuka kemungkinan itu.
Keberadaan beberapa elit partai yang seolah bertikai, contoh konkret antara Fahri dan pengurus teras yang berlarut-larut. Ini bukan persoalan sederhana di masa kampanye ini. Sangat serius dan  besar dampaknya. M
embayar berarti kalah dengan kader sendiri, tidak membayar itu melanggar hukum. Simalakama, dan itu tidak kecil nilainya. Pertimbangan apapun membuat posisi elit PKS hancur lebur.
Manufer dan aksi ugal-ugalan, seperti Mardani Ali Sera, jelas bukan membuat partai makin baik. Jadi olok-olokan dan bahan guyonan iya. Perilakunya berulang dan malah makin konyol saja.Â
Mungkin banyak yang enggan meliriknya, apalagi memilih, bagi pemilihnya pun bisa menjadi enggan lagi untuk kembali menjadi pemilih setia. Apa yang ditampilkan bukan barang baru nan cerdas, malah sekelas olok-olokan anak-anak.