Karena Jokowi, Jawa-Tengah Bobrok
Saya sebagai penduduk lahir, besar, dan lama di Jawa Tengah kecewa. Kurang lebih 35 tahun saya hidup dan menghirup udara Jawa Tengah, setahun Magelang, setahun Semarang, dan lainnya di tepi Rawa Pening. Pening karena enceng gondok eh malah diimpor ke Jakarta. Sebagian besar ada di Jawa Tengah.
Dulu pas mampir ngombe di Sungai Ambawang, Pontianak, kini masuk Kubu Raya anak bina pernah bertanya di mana Kab. Semarang itu. kalau dari Jakarta berapa jam. Jawab kisaran 12  jam. Wah pedalaman banget. Konteks anak itu adalah Pontianak perjalanan 12 jam itu ke hutan, pelosok, karena ke Kuching hanya 10 jam. Dia tidak tahu di Jawa itu patokan kota bukan Jakarta. Ternyata pandangan yang sama dipakai oleh capres dan koalisi 02.
Gubernur Ganjar pun pernah mengaku, ketika perjalanan darat dari Jakarta, kalau masuk Jawa Tengah pasti bangun. Saking cintanya Jateng? Bukan, salah besar, karena jalanan Jabar mulus,  masuk Brebes gronjalan, jadi terbangun. Orang nomor satu di Jateng saja mengakui keadaannya memang bobrok. Tidak salah kalau orang Hambalan dan koleganya jauh lebih banyak menemukan fakta yang jauh lebih buruk.
Keren bukan puluhan tahun hidup di istana megahnya, pesimis juga kalau ada pengakuan ia tahu banyak Jateng, apalagi perjalanan darat. Gaya hidupnya tidak memberikan keyakinan akan hal itu. jet pribadi sebagai tunggangan, apa iya melihat kehidupan bawah? Eits jangan sarkasme begitu, laporan banyak, buat apa era modern masih juga blusukan.Â
Jawa Tengah sangat buruk. Alasannya jelas pertama karena asal Jokowi. Jika Jokowi dari Jember, begitu, pasti Jawa Timur bobrok.  Kisah suami yang pulang merantau dan membunuh istrinya akan masuk dalam pidato kebangsaan, atau bahan debat. Magetan miskin, sehingga rakyatnya merantau, pulang tidak bawa uang dan membunuh istrinya. Toh laporan itu tidak masuk  meja redaksi pabrik hoax.
Hebat lho calon pemimpin dari Hambalang ini. Keluarga si korban tidak tahu alasan keluarganya bunuh diri, eh mereka paham, itu karena kemiskinan. Pemerintah gagal menjamin kesejahteraan warganya. Jauh lho Purwadadi dan Hambalang itu.
Padahal di dekatnya Jakarta, banyak peristiwa identik. Pembunuhan di apartemen, karena apartemen tidak miskin, tidak seseksi gantung di pohon jati. Padahal pekerja hiburan malam, bahkan maaf PSK yang dibunuh oleh orang yang berkaitan dengan tidak jauh-jauh juga dengan kemiskinan. Ada miskin materi, ada miskin akhlak, ada miskin kemanusiaan sebetulnya. Karena bukan asal Jokowi ya aman-aman saja.
Alasan kedua, karena kalah pilkada di Jawa Tengah. Calonnya memang sama sekali tidak sepadan dengan incumben. Coba yang krisis air bersih kan Jakarta, mengapa Sragen yang disasar? Keren kan pola pikirnya, tidak biasa, think out the box. Sampai banyak yang tidak bisa memahami hal ini. termasuk Bupati Sragen pun tidak paham. Mereka melakukan banyak hal dan upaya, tetap salah karena pilkada kalah. Mengapa Jakarta tidak disebut? Kan milik mereka. Padahal menjadi bahan tertawaan pun tetap dipuji, kan hebat, kanca dhewe Dab.
Beras impor menenggelamkan panen di Klaten. Nah Jawa Tengah lagi kan. Padahal Klaten itu jauh dari pelabuhan. Mengapa tidak sekitaran Sunda Kelapa, yang juga sentra beras. Kan juga pilkada kalah. Iyalah kan bukan asal Jokowi. Pokoknya Jawa Tengah yang buruk. Jika Jokowi dari Cirebon, pasti akan dikatakan beras di Purwakarta panen harga hancur karena dibanyaknya impor beras yang membanjiri pasar.
Grobogan termasuk kabupaten termiskin. Lah kan lagi-lagi Jawa Tengah. Memang komplit kegagalan Jawa Tengah itu membangun. Coba bayangkan apa tidak ada lagi yang bisa dikatakan lebih terbelakang, ketika gojek dan grab berselancar juga di sana dengan lancar. Akses lalu lintas terus menerus sepanjang hari.