Tema yang cukup berat bagi koalisi 02, apalagi melihat sikap dan rekam jejak mereka selama ini. mengusung capres militer, namun sikap menghadapi terorisme, terutama kerusuhan Mako Brimob dan dilanjutkan peledakan serempak di Surabwa beberapa  waktu lampau, cukup membuat terhenyak.  Memang bukan pelaku utama, namun paling tidak sikap mereka yang demikian, seolah memberikan angin segar.
Sikap dan komentar itu cenderung karena mengail di air keruh, masih bisa dipahami sebagai sebuah upaya. Â Lepas dari sikap batin mereka atas kejahatan luar biasa, yah namanya juga oposisi yang cari panggung. Lepas dari itu adanya partai baru yang bernama Berkarya. Di mana ini bak simalakama, karena ikatan emosional dan personal, toh sangat berat untuk melepaskan dari itu semua.
Berkutat soal penculikan 98 tidak akan selesai, sama juga akan berkelahi soal telur dan ayam duluan mana. Karena di sana dan di sini ada, atasan langsung lagi. Jawaban yang identik paling-paling juga soal kasus Novel Baswedan. Jika ini keluar, sebenarnya sama juga dengan kisah Tama S. Langkun. Keduanya identik, setara, dan imbang. Selesai. Tama pada pemerintahan siapa coba? Dan tidak setara 98 dengan kisah Novel.
Berkarya jelas memberikan banyak hambatan soal HAM dan perilaku ugal-ugalan politik, kriminal, pun bisnis. Pelaku utama ini bukan hanya satu orang, beberapa orang, pendiri, pemilik partai sekaligus. Posisinya pun bukan sembarangan, sudah terpidana. Pembunuhan, yang dibunuh hakim lagi. Apalagi jika ditarik jauh lebih jauh.
Kartu mati bagi koalisi ini,karena lepas dari tarik ulur kisah tragis 1998, mau memainkan kasus Novel, ada juga kisah Tama yang dibacok orang, hingga kini juga masih gelap. Padahal presiden kala itu mengatakan hanya hitungan minggu akan terungkap. Ini sudah tahun dan ganti pemerintah.
Point HAM tidak akan menjadi ajang untuk saling "serang" karena sama-sama tersadera kisah masa lalu dan kejadian di luar dugaan. Akan lebih memilih main aman.
Cukup menarik, korban 98 yang ada dalam koalisi ini, menyatakan jika menang tentu akan mengungkap kisah lengkap 98. Apakah demikian? Jelas susah karena pelaku utama ada di sana, berperan sebagai pemilik kekuasaan.  Jelas lebih mengerikan ke mana arahnya. Lebih cenderung balas dendam, akan cenderung si penguasa mengejar pihak lain yang pada posisi tidak berkuasa. Artinya penyelesaian ala tokoh ini  tidak ideal.
Sebenarnya lepas dari kepentingan politik kisah 98 pun 65 itu bisa menjadi rekonsiliasi nasional. Semua duduk dengan kepala dingin, hati yang adem, dan semua duduk sebagai anak bangsa. Lepaskan merasa sebagai korban atau menuntut pihak lain sebagai pelaku. Sikap rendanh hati untuk menang-menang, bukan menang-kalah, apalagi merasa korban dan curiga pihak lain sebagai pelaku. Tidak akan pernah selesai.
Kedewasaan dan kerendahan hati untuk menatap masa depan bangsa yang lebih baik akan jauh lebih bermanfaat dan itulah fungsi agama dan spritual. Agama menemukan makna dari sekadar kata, hapalan, atau ritual ini dan itu. Tentu bukan merendahkan hapalan dan ritual, namun mengenai pengamalan atas pengetahuan agama.
Terorisme itu tidak semata tindakan, namun dukungan dan alam hidup yang kondusif juga turut membantu. Jelas bukan pelaku utama, atau donatur, namun sikap diam, pembiaran, apalagi malah menuding pemerintah sebagai pelanggar HAM untuk menindak teroris, sama juga pemberian oksigen bagi para pelaku teror yang kehabisan nafas.
Angin segar dengan menuding pihak pemerintah sebagai pelaku dan para teroris adalah korban memberikan angin bagi mereka. Lepas dari kepentingan oposisi yang mau mencari untung, secara psikologis tentu menguatkan semangat teroris untuk merasa mereka benar.