Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Prostitusi, Mafia Bola, Penutupan Lokalisasi, dan Perilaku Mabuk Agama

11 Januari 2019   05:00 Diperbarui: 11 Januari 2019   04:59 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca berita mengenai penutupan tempat hiburan karaoke di sebuah kawasan dekat Surabaya, salah seorang anggota ormas yang mengikuti kegiatan itu mengatakan jika ruangan di sana mirip dengan yang ada di Dolly. Eits ini bukan mau membahas mengapa ia tahu persamaan atau perbedaannya lho ya.

Daerah itu tidak terlalu jauh dari Surabaya. Perjalanan kisaran 1-2 jam, dan sangat mungkin adalah pekerja di Dolly dulu juga berasal dari daerah ini. Atau  eks Dolly yang dari daerah-daerah lain bisa saja beralih "lahan" di tempat ini. Sangat mungkin terjadi. Fenomena yang  cukup kontradiktif dengan klaim soal hidup beragama bangsa ini.

Sejatinya, beberapa hari lebih dulu, lebih hebih soal  lagi ketika terlebih dahulu ada "penggrebegan" artis di dalam hotel dengan pasangan bukan suaminya. Heboh hanya berkisar soal siapa orangnya, karena artis, heboh soal harganya, dan kembali riuh rendah penilaian, moral lah, eologis lah, empati lah, psikologis mengapa orang mau membayar mahal lah dan seterusnya. Itu juga terjadi ketika bertahun lalu hal itu juga terungkap.

Beberapa saat lalu juga kisah identik, di mana ada pembunuhan yang ternyata juga berkaitan dengan prostitusi. Jika mau menderet kisah-kisah demikian, tidak akan kelar sehari semalam. Itu hanyalah ilustrasi.

Pada kisah yang lain, namun dengan nilai moral yang hampir sama sejatinya, mafia bola. Perilaku tamak, rakus, dan orientasi pada kepentingan diri sendiri. Keuntungan dengan merugikan pemain, permainan, dan kemajuan sepak bola tentunya. Mirisnya terjadi sudah bertahun-tahun dan seolah sah-sah saja.

Kembali pada  prostitusi, mafia bola toh juga perilaku yang identik, melacurkan sportivitas. Bertahun lalu, ketika Bu Risma sukses menutup Gang Dolly yang sangat kesohor, semua memuji sebagai prestasi, kesuksesan, dan jiwa religius seolah membumbung tinggi ke langit tertinggi. Tentu artikel ini bukan hendak mendegradasi prestasi itu, namun ada yang terlupa atas penyakit tertua massa, pelacuran dan nafsu tak terkendali itu.

Maraknya prostitusi on-line, jelas akibat dari murah dan mudahnya akses internet yang tidak bisa dimungkiri terjadi. Dampak atas  pedang bermata dua atas apapun kemajuan itu akan demikian. Diperparah dengan  gencarnya penutupan demi penutupan lokalisasi di mana-mana. Bagus dan memang penting penutupan lokalisasi itu, apalagi mengaku berdasar negara Pancasila dan semua wajib mencantumkan agamanya.

Apa yang terjadi dengan agama, ternyata masih sebatas label, pakaia, ritual, dan  hapalan. Belum menyentuh hati terdalam insani, yang malu jika melanggar hukum, berzina, bersekongkol jahat, dan korupsi yang sama dengan maling itu.

Miris sebenarnya, ketika ada penggrebegan prostitusi begitu banyak orang yang tiba-tiba mendadak jadi alim, semua bisa menafsirkan kehendak Tuhan dan kebencanaan kadang dikaitkan hal itu, namun  di sisi lain toh banyak juga pelaku prostitusi baik penjual, perantara, ataupun pembeli.

Mengaku religius namun pengakses terbesar situs porno. Merasa agamanya terhina atau menglaim diri pembela Tuhan dan agama, namun di sisi yang sama tidak malu untuk berbuat jahat, berzina, dan melakukan maksiat lain.

Miris lagi ketika media elektronik melakukan pemburaman gambar kartun, melarang tampilnya artis karena berpakaian yang dinilai minim, namun pada sisi lain berzina dengan puluhan juta masih juga bisa tertawa-tawa. Mengatur pertandingan demi mendapatkan uang dan kepentingan diri dan kelompok sebagai perilaku normal-normal saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun