Mabuk agama dikit-dikit agama, dikit-dikit melanggar perintah agama, namun nilai agama yang esensial malah terabaikan. Bagaimana orang bisa hiruk pikuk bergunjing, menghakimi para pelaku yang dicap berdosa, tidak bermoral, dan seterusnya, namun sama sekali tidak mengubah perilaku diri sendiri yang lebih baik.
Mengapa prostitusi, mafia bola, maling berdasi demikian marak?
Masyarakat bangsa ini masih suka atas aksi yang artifisial, yang ada pada permukaan, lupa yang esensial dan fundamental. Pembubaran lokalisasi tanpa penanganan berkelanjutan jelas hanya menyebar masalah. Bagaimana  para pekerja yang minim skil itu dengan pendapatan lebih besar tidak terpantau aktivitas selanjutnya. Permintaan masih tinggi, jelas saja kembali beroperasi di tempat yang memungkinkan.
Penghormatan atas harta, kekayaan, tanpa mau tahu soal asal usul dan cara memperoleh. Pelacuran, mafia bola, maling berdasi toh masih dihargai, tenar, dan tidak ada sanksi sosial yang cukup memberikan efek jera. Kemuliaan masih sebatas kaya materi bukan kaya hati. Orang jadi tidak peduli soal proses, atau asal usulnya kekayaan dari mana.
Sikap permisif apalagi semakin diperluas dengan makin privatnya komunikasi dengan internet. Orang tidak lagi peduli lingkungan karena tembok kamar pribadi pun tembus dengan adanya media sosial, Â tidak ada lagi orang yang malu, ketika mereka melihat dan memegang keyakinan, sepanjang orang tidak tahu.
Miris bukan mengaku negara agamis, namun abai akan Mata Sejati Tuhan yang melihat bahkan di dalam hati, apalagi hanya di dalam layar dan memori  smartphone. Ini  yang dilupakan bangsa ini.
Penegakan hukum, penutupan lokalisasi, pengrebegan, OTT KPK, hanya pemadam kebakaran semprotan obat nyamuk di tengah api  membakar gedung, jika tanpa perubahan sikap dan membangun karakter lebih baik. Kehendak baik dari seluruh lapisan masyarakat. mengurangi menuding ke luar, namun refleksi ke dalam untuk tidak melakukan. Mulai dari diri sendiri dan virus itu perlu ditularkan.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H