Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Natal dari Seorang Mantan Tukang Becak

24 Desember 2018   05:30 Diperbarui: 24 Desember 2018   05:35 257
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bagi yang merayakan itu yang utama adalah merayakan dalam suasana suka cita, itu ada di gereja-gereja dengan Ibadah, Misa, Kebaktian, dan jika ada di luar, pesta Natal di lapangan, atau lain tempat itu adalah perayaan syukur, seperti halal bi halan, bukan perayaan Natal sebagaimana dinyatakan ditolak di beberapa tempat yang lalu.

Bedakan Perayaan Natal, ini adalah kegiatan gerejani, perayaan iman, ungkapan atau ekspresi iman yang dinyatakan dalam tata liturgi yang sudah baku, itu hanya di dalam gedung gereja. Kadang ada memang dengan terpaksa di lapangan karena melibatkan suluruh gereja di kawasan tersebut. Contoh di Salatiga, Natal dini hari di Lapangan Pancasila, karena memang melibatkan seluruh gereja yang ada di Salatiga.

Pesta syukur Natal, ini identik dilakukan di rumah-rumah karena adanya pembagian seperti RT-RW di birokrasi pemerintahan. Orang-orang sekitar yang dekat secara geografis itu berkumpul, nah di sana biasanya juga akan merayakan Natal di lingkungan masing-masing. Ini sering juga ada ritual Natal Gerejani, namun lebih banyak unsur pesta, berkumpul bersama, pentas seni, dan makan bersama.

Natalan bersama, bisa kantor, atau komunitas lain, ini juga bukan untuk Kristenisasi, ingat jumlah itu bukan menjadi tujuan, memang dengan sangat menyesal bahwa memang masih ada beberapa aliran Gereja yang masih sangat getol melakukan itu, yang kadang memang ngawur, namun sejatinya tidak akan ada yang memaksa orang  lain untuk harus beralih iman dan kepercayaan. Apalagi hanya karena Natal-an saja harus memaksa orang beralih imannya.

Sikap sederhana sebenarnya dalam hidup bersama, ketika lepas politis semua sejatinya aman-aman saja. Jika tidak mau dicubit jangan juga mencubit lebih dahulu, tentu bisa menjadi renungan bersama. Pembelajaran dari Pak S yang sangat sederhana, dan itu juga ajaran semua agama kog tampaknya. Atau ada yang mau menyangkal dengan dalih yang lagi-lagi sejatinya tafsir sendiri?

Terima kasih dan salam

  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun