Apa yang ada dalam benak pasangan atau koalisi 02 ini agak susah dicerna. Mau dianggap degaln toh tidak juga, mereka serius lah mosok main-main dengan demokrasi. Kalau serius toh isinya kelucuan juga. Paling aneh itu melupakan SBY dan malah memilih menjemput RS. Coba bayangkan presiden dua kali diperbandingkan dengan napi dua kali.
Koalisi ini juga melupakan Demokrat sebagai sebuah partai yang pernah besar, pernah menang pemilu, dan juga dikelola oleh presiden dua periode, dengan "putera mahkota" yang cukup menjanjikan, malah memilih Berkarya, memang milik anak presiden berkali-kali, bahkan 32 tahun berkuasa. Reputasi berkarya masih belum teruji benar selain mengandalka masa lalu, toh elitnya susah juga diyakini mampu bekerja selayaknya, melihat rekam jejak mereka selama ini toh jauh dari prestasi yang kecil sekalipun.
SBY vs RS
Awalnya hanya dalam wacana juga separo dagela oleh sebagian partai PBB karena toh ketua umumnya tidak ikut yang membawa-bawa ide lama koalisi keumatan. Di mana SBY selaku ketua umum Demokrat dan partai Demokrat tidak diikut sertakan. Malah lebih mengedepankan 212, FPI, dan RS sudah diajak diskusi dan memberikan restu. Coba bayangkan siapa sih yang memiliki legal formal itu?
Melihat reputasi dan pergerakan 212 dengan segala tetek bengeknya susah diyakini arahnya ke mana. Begitu banyak faksi, apalagi salah satu penasihatnya menyatakan mundur karena merasa bahwa apa yang awalnya dulu itu dinilai baik, benar, dan diyakini ada yang perlu diperjuangkan, kini makin jauh dari itu. Di antara mereka toh juga sudah "sempal" dan memberikan dukungan pada koalisi lain.
SBY itu presiden dua periode, politikus matang, membawa Demokrat dari partai baru lahir kemudian membawa SBY menjadi presiden dan menang pemilu. Hanya dalam dua kali pemilu menjadi pemenang, ini malah diabaikan oleh koalisi yang mengambil jargon adil makmur itu. Bagaimana bisa mereka separah itu di dalam memilih rekan dan meninggalkan kawan, ini cukup buruk dalam bahasa komunikasi politik.
Pilihan dari pinggiran belum sempat ditanggapi oleh SBY, eh malah diperparah pertanyaan dari elit Gerindra mana janji  dari SBY untuk berkampanye bagi paslon 02. Wajarlah membuat SBY meradang dan merasa diperintah oleh parpol yang paling mendapatkan banyak keuntungan. Jawaban yang bisa dimengerti kalau SBY mengatakan sebagai presiden dua periode tidak pernah memaksa partai-parati politik untuk mengampanyekannya dulu.
Jawaban lebih jelas, tegas, dan menohok ketika SBY, AHY, dan Ibas sesuara yang menyatakan bahwa kader diberikan keleluasaan dan kebebasan untuk mendukung paslon 01 ataupun 02. Ini kah patutnya konsumsi intern bukan publik. Jika dinyatakan terbuka berarti memang ada maksud yang mau disampaikan oleh SBY dan Demokrat. Apa itu? Jelas kepentingan 2024, ini hanya sasaran antara saja 2019 itu.
Pilihan lebih memberi peran, menempatkan RS seolah masih memiliki fungsi dan peran sentral menambah runyamnya komunikasi politik. Kaburnya RS dan malah makin membuat ulah dari tanah rantau jelas bukan pilihan bagus dan bijak. Apalagi jika diperbandingkan dengan SBY. Jauh dan tidak sebanding.
Demokrat atau Berkarya
Lagi dan lagi lelucon ditampilkan. Demokrat itu partai besar. Berkarya ini  hanya partai memiliki dan dimiliki orang pernah besar. Susah berharap banyak dari parati baru, masa lalu yang tidak menjamin untuk menjadi modal sosial di dalam mengampanyekan partai politik. Berbeda jika pilihannya adalah modal "kardusnya", siapa yang bisa melawan klan satu ini.