Orang yang tidak bisa bersuka ria, hidupnya berisi ketegangan, mudah tersinggung, dan mudah tersulut karena susah untuk bisa berbahagia. Melihat orang sukses atau senang malah sakit perut. Menyaksikan orang lain bisa memperoleh hasil bagus meradang dan meriang, pihak lain memperoleh hasil yang memuaskan tidak bisa ikut senang namun malh sedih.
Ciri-ciri orang dan kelompok yang depresi karena fokusnya adalah kegagalan, semua yang dicapai itu gagal, orang yang berhasil dianggap sebagai pelaku yang membuatnya menderita, merasa dicurangi, menilai bahwa ia yang seharusnya mendapatkan itu, bukan pihak lain. Sikap diri dengan jiwa kerdil, susah bergembira, fokusnya adalah hal yang kecil sehingga memperolehnya jelas yang kecil.
Kecemasan, ketegangan dirinya, ketakutan atas kegagalannya juga disematkan pada pihak lain. Kelompok yang berbeda karena sukses mengatasi keadaannya dianggap sebagai penjahat, pelaku tindak kecurangan, dan menjadi musuh yang perlu dihancur leburkan. Sikap iri semata sejatinya, mengapa dia tidak bisa.
Ketakutan kehilangan akan apa yang diidamkan, sama dengan anak kecil  yang khawatir mainan yang ia ingkinkan namun belum terbeli. Cemas jangan-jangan nanti dibeli anak lain, parahnya kalau malah halusinasi bahwa mainannya akan diserobot pihak lain.
Kursi dan kekuasaan adalah segalanya. Rakyat menjadi alat untuk mendapatkan kekuasaan, jika kekuasaan diperoleh, abai akan keadaan bangsa dan negara. Kekuasaan adalah tujuan.
Kelompok yang bisa berpesta, merayakan apapun peristiwanya, karena mampu memberikan nilai spiritual dalam usahanya. Maka akan melihat sebagai pesta, perayaan, kegembiraan dalam segala upaya mereka. Optimis dan penuh harapan menjadi pembeda yang sangat jelas di antara dua kubu ini.
Kursi itu dilihat sebagai sarana, cara untuk mmeberikan diri, pengabdian. Negara menjadi yang utama dan dirinya disingkirkan. Cirinya jelas tampak dalam kinerja yang memang ada hasilnya. Kekuasaan dan kursi itu sarana untuk menggapai kebaikan bersama.
Jelas dan gamblang di mana penganut paham pesta dan perayaan pada satu sisi, dan sisi lain yang menamakan perang dalam pemilu, ke mana arah yang akan dicapai tampaknya sudah makin terang. Mana kekuasaan yang sebagai tujuan dan mana yang sebagai sarana juga makin jelas dan transparan.
Bangsa ini bangsa besar, hanya menjadi kecil oleh politikus penuh kecemasan yang menebarkan bahwa orang juga "harus" cemas. Padahal tidak harus takut, banyak harapan, banyak kesempatan untuk bisa menjadi lebih baik. Mengapa harus cemas dan takut?
Terima kasih dan salam
https://historia.id/modern/articles/lagu-lagu-pemilu-vJnMv