Suka atau tidak, politis atau tidak, toh drama Ratna Sarumpaet bebarengan dengan kesigapan atas penanganan bencana oleh pemerintah yang sekaligus adalah rival di dalam pilpres mendatang. Â Miris sebenarnya ketika penanganan bencana dianggap sebagai kesuksesan yang berarti juga membuat beban kerja "penantang" makin berat.
Sekali lagi, ini soal "keuntungan" incumbent, di mana bisa menjadi ajang promosi dan sekaligus menaikan citra positif di dalam berpolitik. Itu benar sepanjang pemerintahannya kacau balau selama ini. Toh tidak demikian. Ajang yang melibatkan pemerintah dan presiden juga dilakukan selama periode kepemimpinannya dengan cara yang relatif sama dan tidak jauh berbeda.
Kemasan visual yang indah dan ternyata membuat nama Jokowi semakin meroket, itu sah-sah saja karena efek atas kecerdasan tim kreatif. Risiko yang sama, jika gagal toh menjadi bahan yang menggelikan dan merongrong keterpilihan dalam pilpres. Susah dong menjadi penantang. Sebenarnya tidak juga. Lihat saja bagaimana pelukan kedua kandidat itu, Prabowo juga mendapatkan kredit point.
Daripada malah memainkan isu bayaran penari dari sekolah-sekolah. Ini kembali, dalam konteks pemilu hal yang sangat wajar merebut panggung, apalagi jika pihak rival demikian tinggi mendapatkan tambahan point. Sepanjang masih berdasar dan bukan fitnah masih lah bisa diterima nalar dan alam demokrasi.
Bencana alam itu ranah duka, yang tidak seharusnya dijadikan "ajang" penilaian popularitas dan kinerja yang dianggap prestasi. Itu adalah kewajiban. Sisi sebelah yang menilai sebagai panggung memang banyak membuat ulah dengan mengatakan tidak mampu, biar wapres saja. Jelas tidak mendasar dan hanya mencari-cari masalah semata.
Kebutuhan dasar dan mendesak, koordinasi  mana bantuan yang penting dan sangat prioritas juga telah dilakukan dengan baik. Kembali, sangat politis ketika menilai pemerintah yang bisa menangani dengan baik sebagai kekurangan hanya dalam kacamata kepentingan politis pilpres semata.
Ketika hal itu tidak mampu juga, menggeser isu kemewahan menjamu tau dalam pertemuan IMF-WB, lagi-lagi sangat tidak mendasar ketika mengaitkan itu dengan bencana. Anggaran untuk bencana sudah ada. Boleh mengatakan tidak peduli, jika korban bencana itu dibiarkan begitu saja, dan di sebelahnya berpesta. Toh ini tidak demikian.
Lagi dan lagi, jika itu dinilai panggung, pembukaan Asian Para Games pun sukses bagi nama Jokowi, sudut pandang pihak satunya. Namun belum ada reduksi yang mau mengaitkan gelaran empat tahunan  ini dengan politis. Sangat menguntungkan memang menjadi incumbent yang bekerja keras dan memberikan dampak yang jelas.
Drama seri ala Ratna Sarumpaet memang memberikan dampak yang cukup besar pagi pasangan nomor 02.  Mereka ceroboh dan gegabah, meskipun itu settingan, mengapa demikian? Ketika awal  mereka seolah mendapatkan durian runtuh untuk bisa mendapatkan panggung, mereka beramai-ramai meminta polisi mengusut dengan cepat, para elit mau menghadap kapolri, dan seterusnya, yang arahnya adalah polisi akan gagal mengungkap itu.
Kepergian ke Cili jelas sudah lama direncanakan, dalam berita yang ada itu sejak Januari telah mencari sponsor. Artinya kegiatan pasti, terjadwal, dan memang akan demikian. Soal di luar sana itu sebagai pelarian, tempat bersembunyi, bisa jadi demikian. Jika memang settingan, itu memang sangat bagus, ketika polisi gagal, dan dia sudah ada di luar negeri sana, di sini bisa terjadi apapun sesuai dengan skenario mereka.
Tidak heran, kini narasi yang dibangun mengapa polisi cepat? Lho dulu minta cepat, ketika cepat, ngambeg? Pembanding adalah kasus Novel B yang masih gelap gulita, tidak bisa sesederhana itu juga dong. Kasusnya berbeda, kisahnya berbeda, dan penangannya juga berbeda pula. Jangan karena kemaluan terbongkar kemudian ngeles dan memaksa untuk sama tiap kasus.