Pada politisasi agama dan Tuhan, itu sangat mungkin terjadi pada siapapun, mau Prabowo atau Jokowi, toh pendukung masing-masing juga memiliki latar belakang yang relatif sama. Fanatis berlebihan kadang, dan demi memenangkan jagoan bisa menggunakan segala cara dengan kadang menyembunyikan fakta dan kebenaran yang hakiki dan universal.
Memilih pemimpin memang bisa menjadi "tiket" masuk ke surga jika benar yang dipilih itu membawa kepada kebaikan, memberikan harapan bagus untuk bangsa dan negara, serta jauh lebih banyak kebaiakn daripada keburukan. Siapa yang bisa menjawab, jelas rekam jejak dan waktu yang akan memberikan penilaian benar dan salah pilihan tersebut.
Pilihan pada sosok A akan membawa ke surga atau neraka, itu karena pemahaman sempit atas dasar latar belakang yang memang terbatas. Namun jika itu dikatakan dan dinyatakan oleh orang yang cukup  atau lebih di dalam pendidikan, pengetahuan, dan pengalamannya, jelas bahwa itu tidak benar. Pasti ada bukti yang disembunyikan, mirip pedagang yang mengatakan dagangannya pasti yang terbaik. Padahal tidak seharusnya demikian, apalagi berbicara mengenai Tuhan dan surga bukan?
Kini saatnya pemilu yang bermartabat, salah satu ciri demokrasi yang berkualitas adalah tidak akan mencampuradukan pemahaman, membawa-bawa ranah yang berbeda dalam satu wadah, dan memaksakan klaim sepihak sebagai kebenaran yang mutlak. Â Sebagai sarana kampanye yang menjanjikan memang sah-sah saja, namun apakah membawa surga itu bagi hidup bersama?
 Tentu dengan mudah sebenarnya dijawab. Tidak perlu mati untuk tahu surga itu sebenarnya. Ketika hidup  damai, saling menghormati bukan caci maki, melihat perbedaan sebagai hal yang lumrah dan alamiah, itulah surga.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H