Apa yang terjadi hari ini, adanya anggapan kepemilikan tanah dan kekayaan hanya milik elit dan sebagian kecil anak bangsa, itu jelas bukan hanya kisah semalam ala Bandung Bandawasa, ini proses panjang, dan sistem sejak lama yang masih ada saat ini. para pemiliki prioritas-prioritas tertentu, HGU yang bisa berpindah tangan dengan jual beli dan tanpa ada urusan pidana, apa mau dengan suka rela ikut sistem baru? Tidak akan mau.
Pembangunan di Jawa pun begitu pesat, bandingkan luar Jawa apalagi Papua. Jomplang, apakah ini juga kali ini saja? Tidak, bertahun-tahun, justru baru kali ini pemerintah memberikan perhatian secara menyeluruh, merata, dan semakin banyak anak negeri merasakannya. Apakah tidak ada hambatan? Jelas, pihak-pihak yang untung dengan keadaan timpang, misalnya para pengusaha yang biasanya untung besar, bisa meradang dan menghambat  program bagus ini.
Penyakit akut bangsa yang berkutat pada KKN juga sudah mulai berkurang, toh yang terbiasa untuk memperoleh kemudahan dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme melakukan perlawanan. Hal ini mirip dengan pembubaran lokalisasi, di mana para pekerja seksual malah menjajakan diri di mana-mana, jalanan, apartemen-hingga tepi jalan. Ini penyebaran penyakit sosial. Mereka makin merajalela dengan adanya Saber Pungli, KPK, dan apapun namanya, perlawanan dari kelompok pesimis demikian kuat. Upaya tidak memperoleh dukungan namun cibiran bukan karena mereka lelah, tetapi maunya keadaan tetap saja demikian.
Bandit demokrasi menjadi-jadi ketika keadaan mendukung. Kelompok pesimis, gagal paham dan paham gagal, Â penuntut yang tidak pernah bekerja hanya sibuk mengintip di tikungan untuk mendelegitimasi pemerintahan yang sah dan berjalan pada jalur yang benar. Model demikian yang mau dipilih?
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H