Ketiga, banyaknya ibu-ibu dan anak gadis yang masih terpesona pada tampilan, jabatan, dan posisi. Hal ini jelas dimanfaatkan para petualang untuk mendapatkan keuntungan.Â
Sangat mudah, risiko lumayan kecil, sedangkan modal tidak begitu besar, apalagi jika menyangkut "mafia medsos," jangan ditanya lagi.
Keempat, penggunaan rasio dan logika yang jungkir balik. Susah untuk menerapkan keduanya dengan baik, sehingga menjadi kacau balau. Ketika ranah rasa sudah dikuasai, logika akan mampat, dan itu dikuasai dengan baik para pelaku manipulatif tersebut.
Jika sedikit saja mau terbuka hati dan pikirannya, coba mana ada orang cakep ngider dan menjajakan diri seolah tidak laku? Konteks keagamaan, mana ada kebaikan dari ketakutan dan ancaman.
Kelima, budaya, di mana 3B yang ternyata masih kuat menguasaai pola pikir. Padahal belum tentu demikian, apalagi ketika zaman modern begini, apa-apa bisa dipalsukan, diganti-ganti demi tampilan yang lebih baik.
Keenam, budaya kritis masih lemah, tampilan visual lebih menarik, dan itu tentu saja bisa salah ketika rasio tidak berjalan sebagaimana mestinya.Â
Bagaimana tidak, belum ketemu sudah mau memberikan uang, tidak tahu apa-apa namun mau mempercayai dengan buta. Benar bahwa percaya itu baik, namun ketika ada intimidasi dan manipulasi?
Pendidikan formal sangat menentukan, bagaimana anak didik diajar untuk menghitung kancing baju dalam menjawab pertanyaan ujian.Â
Di sana benar atau salah bisa saja hanya karena keberuntungan bukan karena tahu dengan baik. Pilihan ganda membuat hasil pendidikan bukan pribadi cerdas namun pribadi untung-untungan.
Banyak budaya masih mengedepankan kepercayaan buta pada pimpinan baik agama atau suku, dan ini  ternyata banyak dimanfaatkan bagi kelompok yang hanya mencari keuntungan pribadi, termasuk dalam hal ini bandit demokrasi dan petualang politik, selain petualang seksual.Â
Hati-hati kebaikan yang disalahgunakan, bisa berabe malah yang diatasi malah kebaikannya, bagaimana tidak himbauan untuk waspada bagi kebaikan, karena kabaikan disalahgunakan. Ini sesat bersama-sama yang dianggap benar.