Militeristik, lha memang buruk apa, perlu diubah, toh milter juga bejibun di elit  negeri ini, ada Soeharto dengan jenderal penuh senyum itu, ada Wiranto, ada SBY yang begitu, lha memang salahnya militeristik apa sih?
Hal yang sangat tidak urgen, tidak mendasar, dan tidak realistis jika mau mengubah Prabowo untuk menjadi pribadi lain. tampilah apa adanya, tampilah sebagaimana jati dirinya, mengapa harus memoles yang tidak mendasar demikian? jauh lebih penting adalah mau apa jika menjadi presiden. Ide Didit bagus, hanya ketika diterjemahkan Sandi jadi kacau dan tidak penting lagi.
Apa iya penampilan itu yang penting sih? Lihat saja bagaimana perilaku Menteri Agama Suryadharma Ali itu apa iya menyangka kalau akan tega korupsi, halus, bicara teratur, ucapan saleh dan Kitab Suci fasih iya nyatakan. Toh tidak beda, maaf dengan almarhum Sutan Batugana, ingat ini soal tampilan dan perilaku korup. Atau selemah Jonan namun bisa mengubah perkeretaapian dengan sangat revolusioner itu? Tampilan belum tentu sama dengan kinerja kog.
Sayangnya, bangsa ini masih suka tampilan, label, dan hal-hal yang artifisial, ketika disidang dalam banyak kasus, tiba-tiba menjadi aim, bahasa dan ayat Kitab Suci fasih dikutip, padahal perilaku selama ini jauh dari itu semua. Apa ini yang mau ditampilkan dalam banyak segi kehidupan bersama?
Satu kata dan perbuatan sebagaimana dinyatakan Bung Karno jauh lebih penting. Tidak hanya karena baju atau mulut manis, namun ucapan dan tindakan yang sama. Tampilan itu penting, namun bukan yang utama.
Apakah dondong lebih baik dari durian? Atau rambutan lebih buruk dari delima? Masing-masing memiliki kekhasan dan penggemar masing-masing. Manisnya delima harus berjuang dengan memisahkan biji. Mau legit manisnya duren harus melewati duri yang tajam itu.
Terima kasih dan salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H