Dua hari lalu, saat membaca berita, ada warta mengenai klaim dari Kemenkominfo soal "suksesnya" melakukan blokade terhadap konten mengandung pornografi sekian persen. Sedikit curiga, mencoba membuka dengan mesin pencari Google, untuk film memang sudah tidak ada, berbeda dengan gambar.
Semalam, diskusi dalam grup bersama teman-teman mengenai tema ini, sama saja ternyata, bahwa dalam arti tertentu soal "porno-pornoan" akan sukses gilang-gemilang dengan parameter tertentu. Toh tidak akan lama lahir dengan adanya inovasi dan perubahan peristilahan saja. Soal isi dan konten akan tetap sama saja.
Sebagai sebuah upaya dan antisipasi oleh dan bagus. Namun kalau berbicara soal modern dan kemajuan teknologi, apakah bukan sebuah langkah sia-sia semata? Jangan salah, toh produk pornografi dalam arti tertentu ada yang "membutuhkan".
Namun jauh lebih mendesak dan penting itu adalah perbaikan norma moral, bukan sekadar hafalan normatif, namun benar-benar menjadi gaya hidup, jalan hidup, dan memilih dengan kesadaran.
Soal pornografi dan segala turunannya, sejatinya setua usia manusia. Salah satu yang tidak boleh dilupakan kisah Daud (Versi Kristiani sebagaimana saya ketahui dan pelajari lho ya), ia tergoda oleh istri orang ketika bangun tidur ada perempuan mandi. Nabi lho, raja lagi, toh masih jatuh demikian, dan era itu, apalagi sekarang.Â
Seketat apapun filter dari luar, jika hati dan nurani sendiri lemah, tetap saja akan lahir dan menemukan jalan untuk mendapatkannya. Energi yang cukup besar ini alangkah lebih baik untuk membangun karakter daripada melakukan pemblokiran yang paling-paling juga hanya beberapa waktu.
Kembali ke atas, bagaimana "manfaat" dari pornografi, bagi penderita diabetes, sedang usia masih cukup muda dan keterbatasan nafsu seksual toh tidak jarang membutuhkan bantuan film atau gambar untuk "membangkitkan" nafsu yang menjadi perjuangan hidup itu. Tentu berbeda ketika berbicara mengenai ekpolitasi dan seterusnya dan seterusnya. Ulasan yang berbeda tentunya.
Sebenarnya jika memiliki pedoman moral yang hidup di dalam nurani masing-masing, mau seperti apapun tidak akan menjadi persoalan. Pembenar perkosaan, pelecehan, itu bukan akar masalah. Akarnya adalah mengenai moral dan penghayatan akan penghormatan hidup bersama dan kemanusiaan.
Sangat sering sebenarnya ketika kita menerima kiriman photo, video, atau hasil pornografi dan pornoaksi lainnya ikut menjadi distributor.
Tetapi entah mengapa, pas membaca buku Youcat, tiba-tiba menjadi malu dan merasa perbuatan saya sangat buruk secara moral.
Sejak itu kiriman yang demikian, tidak pernah saya buka langsung hapus, dan tidak pernah terlibat di dalam memberikannya pada rekan lain. Apa yang membuat "tersentak"?