Melihat rekam jejak PAN yang tidak jelas demikian, apakah iya masih mau dipilih lagi. Belum lagi jika bicara soal korupsi. Haduh, tepok lutut pun tidak mencukupi. Bagaimana gaji kecil seolah menjadi sebuah pembenaran perilaku korup, wong nyatanya masalah tamak kog. "Pembelaannya" pada pelaku korupsi menambah daftar buruk PAN dan elitnya.
Apalagi jika bicara profesionalisme kinerja. Bagaimana ketua MPR lebih sibuk dengan kinerjanya jas biru ketua umum partai politik. Â Memang MPR tidak begitu sibuk sih, tapi anggaran negara selalu keluar lho untuk itu. Apalagi bersama dengan wakil barunya, kursi saja yang incar.
Melihat rekam jejak, perilaku elit PAN dan model mereka mengejar kekuasaan, apa ya patut jika mereka menjadi pemimpin nasional yang menentukan keberlansungan bangsa dan negara ini? Â sangat disayangkan jika orang dan partai politik model demikian memiliki pemilih yang lebih besar. Orientasi mereka hanya kursi, lain tidak. Apalagi luka batin sang bidan jauh lebih berpengaruh pada arahnya partai. Apa iya nanti negara akan menjadi representasi luka batin deklarator yang mengklaim reformator, namun perilakunya jauh dari semangat reformasi itu sendiri?
Salam