Beberapa militer, pun polisi aktif digoda oleh partai politik untuk menjadi calon kepala daerah. Ada yang mendekati usia purna, masih sangat bisa dimengerti kalau yang ini, namun ada pula yang  masih sangat potensial menjadi punggawa negara di bidangnya, namun harus "berperang" di  laga yang berbeda.
Demokrat menjadi bereaksi berlebihan karena merasa malu dan tertampar paling keras karena keputusan menjadikan Mayor Agus HY untuk menjadi kandidat pada pemilihan kepala daerah di Jakarta. Dan ternyata kalah di putaran awal. Itu jelas sangat menyesakkan dengan berbagai pertimbangan dan tidak juga bisa berbicara banyak.
Upaya lebih lagi untuk bisa bersaing di tingkat nasional pun belum nampak titik terang. Di mana hingga hari ini, belum ada arah yang jelas untuk bisa menjadi kontestan di level pemilihan kepala negara. Mau membuat poros alternaatif pun tidak menjanjikan. Mau ikut kandidat presiden yang ada masih banyak kendala. Sangat dimaklumi  ketika mereka paling keras reaksinya.
Dua hal besar yang perlu menjadi perhatian adalah, pertama soal membalas atau menjawab pernyataan, apalagi jika itu sambutan, namun hanya sepenggal, ketika hal itu lepas dari konteks dan esensinya. Sebenarnya jauh lebih besar apa yang disampaikan Menhan Ryamizard dari sekadar dugaan sindiran ke AHY. Dua, jauh lebih mendasar adalah jangan sampai militer itu tergoda oleh polah partai politik yang enggan kerja keras kaderisasi dan kemudian ambil dan comot kader terbaik bhayangkara negara. Iya kalau menang, kalau kalah dan sudah mundur dari dunia lamanya, mereka bertanggung jawab?
Apakah pemerintahan sipil yang sudah memberikan angin baik itu mau lagi dimiliterisasi seperti Orde Baru lalu? Tentu hal yang patut disayangkan jika iya.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H