Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Kalajengking, dan Asian Games

5 Mei 2018   06:58 Diperbarui: 5 Mei 2018   07:40 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jokowi, kalajengking, dan Asian Games, susah  menafikan simbol yang dibawakan Jokowi tanpa makna lebih jauh.  Dalam waktu yang berdekatan menggunakan   pasemon. Tidak ada tanpa maksud lain ketika candaan yang membuat orang terbahak-bahak sekalipun. Jangan terlena bahwa yang lucu dan ringan bukan kemarahan dan sebaliknya.  Memang bukan juga jenderal murah senyum ala Pak Harto yang artinya bisa dipahami anak buahnya dengan baik dan bisa diartikan sendiri.

Kegeraman atas Asian Games yang seolah bukan gawe besar. Tidak ada grengseng yang terasa akan ada  aktivitas besar-besaran. Kementrian terkait dan daerah yang menjadi tuan rumah juga seolah tidak bergerak. Lelelh luweh, dan sukses syukur gak sukses sukurin. Malah jauh sebelum ini sudah ada yang mengatakan sebagai pemborosan, apakah ini ada unsur kesengajaan dari pihak-pihak yang tidak akan mendapatkan apa-apa dari gawe ini? Layak ditunggu  bukti lagi.

Eh lalu datanglah badai kalajengking yang membuat orang begitu riuh rendah membahas, bahkan ada yang mengatakan tidak layak jadi presiden dan banyak lagi. Mengapa begitu riuh rendahnya?  Padahal sebuah ilustrasi dalam pidato atau sambutan,  bukan yang utama. Apalagi jika membandingkan harga racun kalajengking dengan waktu. Ilustrasi berharganya waktu, coba kalai perbandingannya itu harga sabu atau heroin, kayak apa jadinya dunia persilatan.

Kalajengking tentu bukan pilihan asal comot seorang Jokowi. Selain rasional soal harga, namun ad ajuga banyak hal yang ingin disampaikan, dan ternyata umpan itu benar-benar tersambut dengan baik. Melihat respons berlebihan, tidak mengerti hakikat, malah sibuk dan ribut hal yang menjadi pengantar. Tidak beda dengan lelucon klasik Srimulat, soal umpama. Umpama punya mobil, bebek, kambing, bisa jadi perkelahian, ketika ditanya mana bebek, mobil, atau kambingnya, kan umpama. Kini Srimuat kalah lucu.

Sengat kalajengking itu ada di belakang. Identik dengan cara menyandang senjata ala Jawa, keris ada di belakang, kalau depan kena selangkangan sendiri. Artinya, menggunakan senjata itu yang terakhir, bukan yang pertama dikedepankan. Pun kala jengking, yang di depan samping itu tidak mematikan, tetapi jika sudah mengangkat bagian sengat belakang dan menghujam, sudah lah sudah ada yang membahas, katanya rumah sakit atau kuburan.

Hidup kalajengking di bawah, tidak di istana megah, di tempat yang dibangun khusus seperti kuda misalnya. Hidup yang ada di mana saja, coba kalau bandingkan harga kuda dan waktu, kayak apa reaksi pengkut Gerindra. Hidup yang apa adanya punn menghasilkan yang luar biasa mahal. Banyak contoh demikian, kroto pun cukup mahal padahal kecil begitu. Mau menunjukkan bukan soal banyak cakap di media sosial kemudian pasti menjadi sesuatu. Atau ada yang menilai Cuma polnga-plongo atau tidak cerdas tapi presiden. Perbandingan yang cerdas. Maka tidak heran jadi kalang kabut.

Lambang atas astrologi yang biasanya memiliki sikap misterius, cerdas, dan mandiri. Bisa juga ditafsirkan kinerjanya yang tidak perlu banyak omong namun bisa memberikan dampak. Tidak perlu dengan banyak kata dan riuh rendah namun memberikan arti dan dampak yang jelas. Apa sih artinya ramai dalam pelaksanaan namun miskin hasil. Selama ini politik yang ada adalah ini, gaduh miskin hasil, diam tanpa hasil juga.

Peringatan kepada lawan politik, kalau selama ini capit bekerja dengan baik belum direspon dengan sungguh-sungguh, lihat saja masih ada senjata andalan yang belum keluar. Sengat dengan harga luar biasa dan hasil juga luar biasa. Siapa yang membuat hambatan bahkan sumbatan siap-siap saja menerima sengat yang membuat pada akhir segalanya itu.

Tidak ada auman seperti macan, desisan seperti ular, kala jengking diam-diam, namun jelas. Nah tentu banyak politikus yang memahami selama ini mereka itu hanya takut auman macan yang disetel  pakai audio semata, bukan macan asli. Takut yang sementara. Lihat kinerja kalajengking di dalam senyapnya.

Penilaian tidak perlu negatif, reaktif yang tidak proporsional, dan berlebihan. Sepanjang masih relevan, masih masuk nalar, tidak melanggar hukum, mengapa harus sewot. Energi lebih banyak untuk pembangunan di depan mata lebih penting, eh malah ngurus kalajengking yang hanya ilustrasi.

Bangsa ini bangsa besar, jangan saling cakar malah orang lain yang ambil untung. Selalu dibuat gaduh oleh orang yang itu-itu juga, di belakangnya. Semua orang, bangsa, dan pihak yang selalu mendapat untung luar biasa kini, kering kerontang karena banyak kran bocor dibenahi, diganti denga yang baik dan benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun