Ketika Gerindra Menggugat Hasil survey yang menyatakan Prabowo menurun elektabilitasnya, salah satu jajaran elit Gerindra tidak habis pikir kalau keterpilihan Prabowo menurun. Sebenarnya sangat wajar bila berhenti pada bertanya mengapanya. Â Menarik adalah kelanjutan dari itu, di mana ia menyatakan, soal tidak membuat gaduh, dan membangunkan macan tidur.
Menjadi pertanyaan adalah, apakah untuk menang, untuk bisa dipilih, dan meyakinkan masyarakat itu harus gaduh. Gaduh itu macam apa? Sangat menarik pola pikirnya jika konotasi meningkat keterpilihan dengan kegaduhan. Apa iya sih, kalau gaduh  mesti dipilih? Apakah ini politik pasar malam dan tukang jamu, kalau ramai, potensi dipilih besar?
Membangunkan macan tidur, menarik karena penggunaan simbol "kekerasan" atau "ancaman" bahwa jangan pernah menggangu hewan buas yang sedang ngaso, beristirhjat, dan ingat hewan tidur itu biasanya, karena kekenyangan. Kalau lapar akan teriak-teriak. Ini ada nada ancaman.
Mengapa suka dengan ancaman dan membuat pihak lain, rakyat harus takut dengan gertakan itu? Ingat kepemimpinan itu soal keyakinan dan kepercayaan bukan soal ketakutan. Jika demikian, buat apa ada reformasi berdarah-darah jika mau ditekan dengan kepemimpinan penuh ancaman demikian.
Ini bukan soal Prabowo yang tidak buat gaduh, namun soal para lingkaran utama Prabowo yang sering membuat gaduh. Gaduh tidak produktif yang malah menjadi kejengkelan, suka atau tidak suka berimbas pada Prabowo. Bagaimana model Fadli Zon yang suka "mengritisi" semua pihak yang kira-kira bisa menjadi nilai tambah Jokowi, ada Susi Pudjiastuti, ada prestasi menteri Sri Mulyani. Itu membuat nama Prabowo menjadi buruk. Ingat bukan kegaduhan dari Prabowo.
Sampai saat ini, saya masih cukup salut dengan Prabowo yang berlaku dengan baik dan relatif jauh lebih baik daripada para lingkaran utamanya. Di sinilah yang perlu menjadi catatan agar tidak semakin turun simpati ke Prabowo. Lepas dari banyak kontroversinya, toh masih lumayan baiklah.
Kurangi mengeluarkan energi yang tidak semestinya, dengan menuduh-nuduh bak babi buta, seperti media yang melakukan ini dan itu, survey yang begini dan begitu. Â Hal ini jauh lebih tidak produktif.
Hentikan model asal berbeda, biasakan menjadi partai politik yang cukup dewasa dengan berani menang dna berani kalah. Hal yang bisa dilakukan dan dialami Prabowo, namun anak buahnya sama sekali jauh dari sikap demikian.
Bangun kepercayaan pada pemilih bukan ketakutan dan kecemasan dengan berbagai jargon, intimidasi, dan perilaku yang memilih padan kata identik dengan kekerasan dan ancaman. Lihat macan tidur, gaduh, memangnya kalau damai tidak punya suara? Atau memang selama ini menghidupi kegaduhan untuk mendapatkan suara?
Menjadi tanda tanya cukup besar jika menghadapi survey saja harus bersikap demikian, apalagi toh survey bisa juga dilakukan pihak lain dengan suara yang berbeda. Tidak perlu reaktif dengan berlebihan dan memberikan "peringatan" yang seperti itu.
Masih ada waktu kog, sepanjang tahun ini, buat saja program yang jelas bisa mematahkan apa yang dilakukan presiden dan pemerintah selama ini. Itu saja, Â jangan rusak demokrasi yang sudah berjalan relatif baik menjadi mundur seperti beberapa dekade lalu. Sayang bukan? Apalagi toh, sama-sama produk reformasi.