Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Gatot Nurmantyo dan Prabowo Militer Moncer, Belajarlah Politik dari Militer Biasa ini

12 April 2018   10:38 Diperbarui: 12 April 2018   14:46 2941
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
nasional.kompas.com

Gatot Nurmantyo dan Prabowo miiter moncer, belajar dulu politik dari militer biasa saja yang satu ini. Dua jenderal ini memang moncer dalam dunia mereka, militer, meskipun satunya mentok pada Pangkostrad karena perubahan kekuasaan, satu hingga bisa Panglima TNI.

Menarik adalah SBY yang berhenti pada bintang tiga, bintang empatnya adalah kenaikan luar biasa, bukan karena militer, dan bukan kepala staf, serta jarang memilki karir luar biasa pun prestisius sebagaimana kedua jenderal itu.

Prabowo, termasuk salah satu jenderal termuda dari militer Indonesia ini memang tidak sempat menikmati bintang penuh di pundaknya, dan kemungkinan sangat kecil juga mendapatkan kehormatan sebagaimana SBY, tetap saja bintang tiga. Beralih ke politik juga tidak sementerang SBY, pun tidak segemilang SBY, padahal di militer jelas gak sebanding.

Di dunia sebelah, politk SBY jelas jauh lebih moncer, dua kali nyalon dan dua kali jadi. Beda dengan Prabowo dua kali nyalon dengan posisi yang berbeda dan dua kali pula tidak menang.  Ternyata beda dunia beda juga dewi fortunanya.

Kini ada pula militer, bahkan bintang empat penuh tidak karena kenaikan luar biasa, memang jenjang kepangkatan resmi, bahkan Panglima TNI sebagai jabatan terakhir, bukan mundur dan dimindurkan, karena pensiun.

Menyoba peruntungan di dunia politik dengan telah deklarasi capres oleh relawannya.  Salah satu pendukung utama Prabowo bahkan sudah menyatakan kalau uang Gatot N jauh lebih banyak. Nampaknya ada gerbong yang sama-sama dari militer akan beralih.

Prabowo tidak sejak awal membuat partai politik sebagai kendaraannya sendiri. Setelah mengalami dipecundangi, baru merasa perlu. Hal ini terlambat, beda dengan SBY yang memang sejak awal  membuat partai politik, digawangi jagoan dan politikus tulen dan intelektualis. Jaringan politik lebih kuat dan lebih smart,dalam memetakan masalah dan perpolitikan.

Apalagi Gatot Nurmantyo yang sama sekali tidak pernah berpolitik praktis, tidak punya partai politik, mengandalkan relawan, jauh. Beda dengan Teman Ahok yang lampau, mereka justru mampu memberikan "tekanan" pada partai politik, lepas soal lain, toh TA sukses dan gilang gemilang. Ini pilpres dan beda kasus.

Kemampuan relawan sangat terbatas. Apalagi mau mengandalkan poros alternatif, bisa dikaji kemungkinannya.

Poros ketiga kini sangat mungkin hanya pada PAN, Demokrat, dan PKB jika, ini bersyarat yang sangat mungkin saja terjadi. PKS dan Gerindra, sangat solid, meski bukan tidak mungkin. Masing-masing susah untuk bisa maju ke arah mana, saling tunggu dan saling sandera nampaknya cukup kuat.

PAN jauh-jauh hari menutup pintu untuk Gatot. Meskipun politik itu dinamis, tidak cukup alasan PAN membuka pintunya. Malah bisa merapat ke Jokowi, memang lebih berat ke Prabowo. Apalagi sesepuh yang sangat antipemerintah ini pasti akan mendukung Prabowo.

PKS masih bisa digoda dengan Gatot menjadi kader mereka. Dengan kata Kivlan soal uang yang besar tentunya sangat menggiurkan. Ada peluang di sana. Dengan kekuatan finansial dan elektabilitas cukup signifikan dibandingkan kader mereka sendiri, tentu lumayan menjanjikan. Memang akan sulit, namun peluang tetap ada.

Demokrat, sangat kecil kemungkinannya, karena adanya AHY yang mau dibesarkan, jika di bawah bayang-bayangkan Gatot, tentu malah jadi hambar. Anas kedua bisa tercipta. Mereka akan  enggan memiliki matahari kedua, apalagi masih ada TGB yang potensial menggerus AHY juga. Sangat kecil kemungkinan Demokrat mau mengusung Gatot jadi RI-1 ataupun RI-2.

PKB masih cukup terbuka, dengan melihat deklarasi pfrematur mereka. Ada potensi ditolak oleh pendukung dan pengusung Jokowi, mereka tentu tetap akan memaksakan Imin jadi bakal calon. Nah potensi ini bisa dimmanfaatkan.

Masalahnya, kursi mereka pun suara mereka tidak cukup signifikan.  Mengambil satu saja yang sudah menyatakan mendukung Jokowi, sangat tidak mudah.

Memang secara hitung-hitungan matematis kursi dan suara nasional bisa, namun secara politis sangat sulit  terwujud. Hangat psikologis politis cukup signifikan di perpolitikan bangsa ini. Memang masih  cukup terbuka, jika:

Gatot masuk PKS kemudian bersama dengan PKB dan PAN mereka bersama-sama. Memang cukup melampaui PT. Secara kursi nasional mereka mampu melampaui. Namun hambatan siapa dapat apa memang semudah itu? PAN akan dapat apa jika demikian? Memang ada yang gratis.

Elektabiltas yang cukup tinggi bagi Gatot Nurmantyo belum cukup signifikan untuk membawanya ke kontestasi pilpres, baik sebagai capres ataupun cawapres. Ini bukan soal egoisme parpol, namun partai politik itu kendaraan masing-masing ketum untuk menjadi, minimal menteri lah. Nah di sinilah yang perlu Gatot pahami.

Akan lebih bijak jika energi dan jelas materi dipakai untuk mendukung salah satu kandidat yang dirasa memiliki kesamaan perjuangan, dan berharap menjadi menteri dan kemudian mendirikan partai politik.

Jika demikian pintu jauh lebih terbuka di kemudian hari. Waktu tidak cukup untuk meyakinkan partai politik, meskipun cukup soal keterpilihan. Politik bukan matematika.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun