Emoh cedhak kebo gopak,enggan berdekatan dengan kerbo kotor, ala politikus negeri ini. Kerbau yang kotor karena lumpur di kubangan biasanya banyak yang enggan  untuk berdekat-dekat, takut ikut kotor. Padahal sebelumnya begitu gegap gempita pembelaan mereka. Ingat ini jejak digital sangat sulit dihilangkan, beda zaman, jadi hati-hati daripada malu sendiri. Mau ngeles malah nambah kemaluan sendiri.
Aneh dan ajaibnya korupsi di Indonesia ini, apapun agama orangnya, apapun partainya, dan siapapun pimpinannya setali tiga uang. Aneh lagi kalau untuk menyejahterakan rakyat kog banyak banget hambatan dan halangan. Kalau sikap pada koruptor kog sama. Menimpakan pada pelaku sendiri, partai langsung memecat, dan itu kerja oknum, bukan perintah partai, ketika sudah dicokok KPK. Ketika KPK masih memeriksa, jangan tanya puja dan puji, serta pembelaan mereka. Kader terbaik, sudah kayak sejak nenek moyang tidak akan maling, itu anggota yang saleh, tidak akan menghianati rakyat, dan semburan pujian lainnya.
Gaji  Gubernur Kecil,hayoo siapa yang omong, belum juga setahun, dan dengan kalimat itu cenderung "membiarkan" yah karena gajimu kecil, nakal-nakal  dikit bolehlah. Nah tidak lama langsung deh pecat.
Tidak ada perintah partai.Ya iyalah, mana ada partai mau ngakui sana nyolong anggaran yang banyak ya, kita mau raker, mau pileg, mau ada kongres. Tapi lagi-lagi adat Timur, baru juga, bilang, eh kita mau gawe besar lho, kalian tahu finalsial kita terbatas.Apa yang akan terjadi, tentu saja gesek menggesek kartu terjadi, dompet isinya beralih, dan apakah mau dari uang pribadi? Nanti dulu.
Siapa bilang, uang saksi mahal,hayo? Artinya mereka itu paham kalau memang kadernya "maling" demi roda partai bisa tetap menggelinding dengan lancar. Uang saksi ini kan hanya salah satu. Lihat saja gaya hidup mereka, mana ada sih seperti gembar gembor mereka, sederhana?
Tidak ada sepeserpun uang untuk partai. Iyalah, uang sepeser buat apa kalau M ya jelas, tapi apa iya akan mengaku? Â Mengapa demikian, integritas belum ada dalam hidup berbangsa. Kadang iri dan pengin jika ada negara lain yang baru diisukan saja soal korupsi bertanggung jawab. Asing kog diidolakan, asal memang baik mengapa tidak?
Itu perilaku pribadi bukan partai, mau tidak buka-bukaan anggaran dan belanja partai, ada tidak sumbangan si koruptor di sana? Atau ada tidak kiriman dari Si B yang ketangkap KPK. Mau tidak transparan, wong nyatanya roda partai uangnya sering tidak jelas, apalagi jika ada gawe besar. Â Memang bukan perilaku partai tapi mosok partai tidak merasakan nikmatnya?
Apakah jika seperti pelaku teroris, yang menyatakan dukungan dan pembelaan juga ditangkap dan diperiksa korupsi akan mereda?
Sebenarnya iya, dengan demikian orang menjadi  enggan dan sungkan akan memberikan pembelaan dan dukungan pada pelaku korupsi. Mereka mendukung dan membela karena memang mereka tahu persis sebenarnya, tidak berlebihan jika mereka juga ikut menikmati. Lihat saja langsung diam seribu bahasa, tidak lagi memberikan pernyataan begitu KPK sudah memberikan status. Ini sebenarnya menjadi celah untuk membuat gerak langkah korupsi tertahan. Pembiaran ngoceh seenaknya menjadi masalah.
Semua sebenarnya sudah paham dan tahu kalau korupsi itu akan selalu begitu, tidak ada yang sendirian, apalagi nyatanya partai politik dan dewan menjadi peringkat tertinggi untuk penyumbang korup, tapi mereka juga yang membuat UU untuk itu. Lihat saja polah mereka kalau menyangkut korupsi. Â Membubarkan KPK lah, tuduhan KPK ini itulah. Dan lambat laun toh juga ketahuan yang teriaknya paling lantang ternyata maling juga.
Jadikan korupsi musuh bersama. Hal ini masih jauh dari harapan. Lha mau bagaimana rakyat teriak-teriak karena tercekik, kalau punya kuasa yo entah bisa atau tidak (termasuk saya, ha...ha....), mereka  nyaman, tidak merasa merugikan negara, jadi susah untuk membuat UU yang sangat keras untuk koruptor. Mereka justru sebisa mungkin ngeles.