Interaksi sosial hanya kepentingan. Lihat asyik dengan smarphone masing-masing di manapun. Ngobrol ringan bisa jadi jalan keluar. Bagaimana tidak stres dan tertekan jika hilir mudik hanya melihat orang makan enak, piknik di tempat indah-indah, atau photo keluarga dan pasangan ideal.Â
Mengapa perlu merasa terintimidasi dan tertekan dengan tampilan demikian? Rezeki dan hidup masing-masing, tidak perlu merasa tertekan dengan tampilan sesama. Jarangnya interaksi mendalam. Orang terlalu asyik dengan media sosial, berjam-jam bisa tertawa-tawa, becanda, padahal sedang terbebani dengan masalah. Masalah tidak terpecahkan, hanya tersisihkan.Â
Dalam medsos apapun bentuknya, mau curhat, jangan harap. Orang tidak akan mau menyediakan hal yang demikian. Tidak semua sih, namun bahwa orang jauh lebih suka yang ringan dalam medsos, canda tawa yang sering bahkan tidak bermutu sekalipun ebih riuh rendah.Â
Belum lagi ketika media, memviralkan hal-hal yang berbau kekerasan, arogansi, dan sejenisnya, dinilai menguntungkan, tanpa adanya sanksi sosial, dan juga hukuman yang semestinya. Jangan kaget ketika orang tidak ambil peduli sikapnya terhadap orang lain. Yang penting berani dan mendapatkan "keuntungan" sesaat.Â
Padahal dalam jangka panjang dan di waktu kemudian menjadi sangat tidak mudah dan bisa sangat buruk. Apakah mau demikian terus? Peran media sangat besar. Tidak perlu membesar-besarkan, apalagi mengulang-ulang peristiwa seperti ini. Boleh memberitakannya, namun dengan penekanan soal tertib hidup bersamanya, jika berhenti pada peristiwanya, tanpa solusi, orang hanya menyontoh perilakunya untuk mendapatkan "keuntungan" sesaatnya.Â
Ingat orang enggan berpikir terlalu jauh. Pendidikan sekolah dan agama perlu memberikan porsi dan perhatian untuk menghormati siapapun, mengikis sikap egois, dan memiliki empati yang semestinya. Hal-hal ini masuk ranah kedua bidang tersebut.Â
Kebebasan berekspresi dan memberikan informasi juga ada etikannya, bukan kemudian melanggar kebebasan orang lain, apalagi memaksakan kehendak sehingga merugikan pihak lain. Mosok mengaku bangsa adiluhung namun perilaku dan beritanya kekerasan dan pemaksaan kehendak terus.
Salam