Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Emak-emak dan Arogansinya

9 April 2018   05:20 Diperbarui: 9 April 2018   05:58 768
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Emak-emak dan arogansinya, ini bukan masalah mendeskreditkan emak-emak atau bias apapun, namun berangkat dari warta sebuah media, mengenai dua emak-emak yang dalam benak saya lho kog begitu. 

Jika seorang ibu saja sudah demikian, betapa bangsa ini hidup dengan kekerasan dan arogansi yang sudah sundul langit. Parah banget. Ketika garda terakhir perawat, pengasuh, pengayom, yang memiliki rahim tempat paling aman itu sudah terjangkit yang satu ini. Dua berita yang menyeritakan dengan tokoh utama perempuan. 

Pertama, pelanggan ojol. Di sana dikisahkan tentu versi tukang ojeg, bahwa ia mendapat pelanggan dengan uang jasa Rp. 10.000,00. Konsumen membayar dengan uang Rp.100.000,00, karena tidak ada kembalian, si pengemudi mencoba mengikhlaskannya. Namun ia tiba-tiba dipecat dari tempat kerjanya karena mendapat bintang 1 (satu). 

Konfirmasi bahwa si ibu salah pencet, bisa diterima akal sehat, namun negasinya menyatakan sebaliknya karena memiliki alasan tidak punya kembalian, menunggu lama. Bisa disimpulkan, memang sengaja, padahal sudah dapat tumpangan gratis. Miris juga. 

Kisah kedua, ibu-ibu yang menyerobot antrian di pompa bensi, bukan jalurnya, dia membonceng motor, masuk jalur pertamax mobil dan balik lagi menampar petugas. Diberitakan ibu ini memaksakan diri untuk dilayani terlebih dulu, karena panjangnya antrian motor. 

Si petugas dari pada rame mau juga melayani, namun pelanggan lain tidak terima. Ada petugas lain yang mengalah dan melayani ibu ini. ibu ini masih saja mengatakan hal-hal yang buruk lah, dan datang lagi hanya untuk menampar si petugas sebanyak empat kali. Tidak sabar antre, namun bisa pulang balik hanya untuk menampar orang yang dirasa tidak memuaskannya. 

Lucu ya, coba jika mau jernih dan bukan emosional, waktu, energi, dan banyak hal sia-sia demi kemarahan. Antre bisa jauh lebih cepat, lha ini sudah balik, berangkat lagi hanya untuk ngamuk. Miris. 

Melengkapi soal keriuhan di gerbong kereta khusus perempuan dan konon "lebih sadis". Ada apa ini sebenarnya? Mengapa orang begitu gemar mengedepankan diri sendiri terlebih dahulu, kemudian tidak berpikir panjang akan konsekuensi yang bisa terjadi. 

Coba kisah pertama tadi, apa yang terjadi pada pengemudi ojol, apalagi jika sudah berkeluarga. Pun kisah kedua, bagaimana ibu ini menjadi tenar namun cemar? Emang suka demikian, kan videonya disebarluaskan oleh rekan petugas pom tersebut. Ranah rasional kalah karena tidak pernah mengolah hati dengan baik. Orang cenderung spontan dalam hal yang buruk. 

Miris sebenarnya dengan perilaku demikian. Menjaga jarak, mundur sejenak, jika itu langsung, jika media dunia maya jangan langsung bereaksi, tinggalkan sejenak, tidak akan menimbulkan gejolak yang berlebihan. Lebih adem dan akhir yang jauh lebih baik dan bijak. Egoisme dikembangkan dan melemahkan empati. 

Sikap yang kebalik-balik ini sedikit banyak karena ketegangan hidup yang luar biasa diterima. Terpaan tekanan baik sengaja atau tidak yang tidak menemukan muara menjadi bencana. Belum lagi pemberitaan pemaksaan kehendak malah menjadi tenar dan memperoleh reward, kemudahan, dan sejenisnya, membuat perilaku buruk ini menjadi-jadi. Mengapa demikian beratnya seolah kehidupan bersama ini bisa terjadi? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun