Logika keren ditampilkan petinggi partai politik dan pejabat tinggi negara. Mereka sedang mematut diri menjelang gelaran pemilu. Bak gadis sedang akan ada pesta panen. Persiapan mereka matang dan serius, demi menarik hati para jejaka tangguh. Konsep panen berarti adanya petani yang muda, giat, liat, dan tangguh. Konsep ini tentu berbeda. Para "gadis" politik ini bukan bergincu, luluran, ataupun mandi bersih di kali sambil ngegosip siapa incaran siapa.
Apa yang dilakukan para perawan politik ini dengan kekinian mengandalkan ucapan, ujaran, dan pola pikir tentunya. Mendekati dan menjelang pemilu, mulai bersolek dan menampilkan yang terbaik. Jika gadis malu berbopeng, maka akan ditutupi dengan daya upaya agar samar atau hilang sama sekali. Pun jika ada yang belang akan diupayakan agar samar atau bahkan merata.
Presiden keenam ini menyatakan, Bersyukur bahwa kader Demokrat kini berkurang menjadi pelaku korup.Sebagai seorang presiden emiritus, petinggi partai politik dengan nama besar Demokrat, tentu tidak patut berbicara demikian. Benar bahwa kadernya tidak banyak lagi yang tersangkut kasus korupsi. Namun jangan lupa, partai apa yang emegang tampuk kekuasaan saat ini? Demokrat tidak sedang memiliki akses leluasa untuk bisa melakukan korupsi, ya sangat wajar tidak tertangkap.
Apakah ya patut jika level Pak Beye menyatakan hal tersebut, di tengah banyaknya OTT, baik profesional seperti BPN Semarang, PN Tangerang, atau calon gubernur dengan anaknya yang walikota, hingga pernyataan potensial 90% calon pimda akan bisa menjadi tersangka? Ini keprihatinan bangsa bukan keprihatinan Demokrat saja.
Berbeda tentu jika Pak Beye mengatakan itu ketika masih aktif sebagai presiden dan bisa sukses menekan angka korupsi. Toh korupsi juga bukan sekali jadi, proses panjang pembiaran dan kondisi yang tercipta. Korupsi perlu waktu lama, bukan sesaat akan menjadi marak seperti ini.
Hal senada, ujaran politis yang tidak kalah cerdas dan kerennya dari ketua DPR yang baru. Ide untuk memilih gubernur oleh DPRD karena banyaknya pejabat yang tersangkut korupsi. Beberapa hal yang patut dilihat.
Politik beaya tinggi menjadi murah memang jika menggunakan pemilihan dewan. karena membayar massa menjadi membayar dewan yang tidak seberapa. Tuduhan keji? Jelaslah, siapa yang percaya model membeli suara ini dengan serta merta teratasi? Tanpa mengubah sikap mental dengan serta merta mengubah sistem ya akan sama saja.
Selama ini pejabat ditangkapi KPK pun polisi dan kejaksaan karena memang mereka tidak bisa bekerja. Membeli prestasi dengan uang mereka, yang diambil dari dana negara. Artinya ini sikap mental yang rakus, tamak, dan malas. Ini dulu yang diubah, bukan menguah sistem yang ada. Dan jaminan untuk adanya perubahan pun minim.
Kualitas dewan, maaf dengan segala kerendahan hati pun masih sama saja. Bagaimana mereka menjadi anggota dewan dengan membeli suara. Artinya apa? Mereka akan  kembali untuk mencari uang yang dipakai untuk duduk di dewan. Memilih gubernur atau bupati  artinya sama saja akan mendapatkan cara yang sama. Uang juga yang bicara.
Pun yunior yang bernama Tommy Soeharto juga memiliki ide dan kreatifitas senada. Gubernur dipilih presiden. Bisa sih, kalau berbicara gubernur sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, menjadi koordinator dari beberapa bupati/walikota yang memilki otonomi daerah. Dalam konteks ini masih bisa diterima nalar dan logika demokrasinya.
Jika masih seperti yang sekarang, hal tersebut tentu tidak bisa serta merta demikian. mengapa? Kembali soal politik uang, partai politik akan ngamuk dan ngomel karena dugaan aliran dana malah ke presiden bukan ke parpol seperti selama ini. Susah jika sistemnya masih seperti ini. hanya memindahkan masalah saja tanpa menyelesaikan masalah.