DPR-RI, dan dongeng Jepang, monyet dan kepiting, dalam sebuah buku tulisan Mohamad Sobari ada kisah mengenai monyet yang tamak dan membunuh kepiting yang telah memberinya mandat untuk memetik buah kesemek, hasil kerja keras kepinting, ini sebuah dongeng Jepang.
Dikisahkan, kepinting seneng karena pohon kesemek yang ia tanam sudah mulai berbuah dan kini bahkan banyak yang sudah masak. Apadaya, kepiting tidak bisa mengambilnya, apalagi memanennya. Mengetahui keterbatasannya, ia meminta monyet mengambilkan buahnya untuk kepiting juga si monyet tentunya.
Eh malah monyet yang kegirangan lupa ingatan siapa yang punya pohon dan sudah susah payah menanam dan merawatnya. Ia panen di atas pohon dengan lahap, mulut penuh, kedua tangan pun sarat dengan kesemek yang matang pohon.
Si keping minta bagiannya, toh itu pohonnya. Apa yang dilakukan monyet sangat kurang ajar. Malah ia lemparkan kesemek mentah, atau sisa-sisa yang ia kerokoti, atau yang busuk ia lemparkan ke pemilik pohon.
Masih sabar kepinting memohon, jawaban melecehkan malah diterima, ambil sini sendiri kan pohonmu, kenapa harus meminta aku, sampil disemburkannya remah-remah kesemek ke arah kepinting. Makin kurang ajar dan lupa daratan rupanya si monyet.
Hilang sabar, si kepiting mengatakan, kalau monyet tidak tahu diuntung, mengambil apa yang bukan haknya, lupa pada yang memberinya kepercayaan dan mandat, serta berpesta tanpa mau susah menanam.
Monyet marah dan tersinggung. Ia ambil satu buah kesemek mengkal dan dilemparkan sengaja ke bagian tubuh kepiting yang malang itu. Lemparan dengan sepenuh tenaga dan emosi itu meremukkan kepiting berkeping-keping. Mati seketika tanpa menikmati kesemek tanamannya sendiri.
Di atas pohon monyet makin senang karena tidak ada lagi yang mengusik ketamakannya panen di atas pohon kepinting yang telah ia bunuh. Ia abai akan telur-telur kepiting yang ada di dalam tubuh kepiting yang ia lempar kesemek itu kini sudah lahir dan meruyak ke mana-mana.
Akhirnya pun monyet itu mati karena dibunuh anak-anak kepiting. Ini bukan soal balas dendam, namun konsekuensi logis atas perilaku tamak di monyet. Siapakah si monyet itu? Bisa siapa saja, asal ia lupa akan kepercayaan, tanggung jawab, dan perilaku tamak karena tidak pernah merasa cukup atas apa yang menjadi haknya.
Si tamak, siapa mereka? Bisa siapa saja yang mendapatkan kesempatan untuk menjadi pemimpin, menjadi orang yang dipercaya eh malah mengabaikan kepercayaan itu untuk diri dan kelompoknya sendiri dan melupakan yang memiliki jasa, mempunyai mandat, dan membuat mereka demikian. sebenarnya mirip juga dengan legenda malin kundang di Padang sana. Mengeruk kekayaan dan kesempatan demi kepentingan diri sendiri dan kelompok, memberikan sisa-sisa dengan atas nama suci dengan berbagai jenis namanya.
Siapa yang menjadi gambaran atau simbolisasi kepiting, siapa saja yang mau bekerja keras, mau menanam, mau berjuang, dan mau berproses di dalam hidupnya. Apakah banyak yang demikian? Jelas banyak namun sering menjadi tidak berdaya karena adanya regulasi, peraturan, dan keterbatasan lainnya. ironisnya keterbatasan itu sejatinya bisa dijembatani, bisa diusahakan untuk dikurangi, namun oleh perilaku si tamak, justru makin dipersulit, dibuat-buat sehingga "kepiting" hanya menjadi penonton atas usaha kerasnya.