Jakarta, Tidak Semata Ibukota Negara, Aroma Negara di Tangan Anies-Sandi
Jakarta, tidak semata ibukota negara, aroma negara di tangan kepemimpinan periode ini. sepak terjang mereka seolah tak tersentuh dengan perilaku ugal-ugalan yang selama lebih kurang tiga bulan berjalan ini. baik ide, tindakan, ataupun wacana yang ada. Apakah maksudnya di balik itu semua?Â
Atau karena ketidakmengertian semata? Paling tidak ada tiga keputusan ataupun rencana yang bertolakbelakang dengan pemerintah pusat. Ingat meskipun daerah khusus toh mereka tetap di bawah pemerintah pusat, bukan bawahan lho, ada di dalam kerangka kerjasama sebagai bagian utuh. Otonomi bukan berarti berdiri sendiri, ini bukan serikat.
Beberapa Sikap dan Pernyataan
Hal ini bukan sebuah sikap atau perbuatan secara langsung menyatakan, toh kami mandiri atau kami negara, tidak akan demikian.Â
Pernah dalam sebuah acara kunjungan presiden ke Jakarta, eh gubernur malah datang dalam acara tidak resmi sedangkan acara resmi negara didelegasikan kepada wakil. Tidak ada yang salah, namun tidak patut.Â
Menomorduakan acara resmi daripada kebersamaan dengan reuni pendukung. Ada juga sikap "minir" atas peresmian sebuah proyek, padahal proyek itu sudah bertahun-tahun mangkrak, dan baru dilanjutkan serta kemudian diresmikan dalam periode ini, apa yang disampaikan soal pertanyaan amdal.Â
Lucu dan aneh, karena sudah sekian tahun artinya, amdal bukan baru dalam pemerintahan ini saja. Soal reklamasi yang jelas-jelas diambil alih pusat, namun bersikukuh untuk kembali membatalkan itu.
Mengenai TGUPP
Sangat jelas dan secara eksplisit malah kalau pihak lain akan dibesar-besarkan sebagai bentuk makar atau menyatakan diri tidak perlu atasan lagi. Bagaimana kasus ini menjadi berkepanjangan dan kemendagri "meluruskan" eh tanggapannya sangat luar biasa.Â
Bagaimana tidak ketika, tidak atau dengan dukungan mendagri kita maju terus. Coba apa artinya ini? Ketika ada kesalahan dan itu sudah diluruskan, eh masih saja berkilah dengan cara yang sangat tidak patut begitu.Â
Paling tidak ada tiga masalah mendasar yang harusnya gubernur sadar dan mengakui bahwa memang ia kurang teliti. Pertama, dugaan kalau dulu dana TGUPP dari swasta. Dua,ketika dicoret malah mempersalahkan dulu-dulunya ada.Â
Tiga,tanpa atau dengan dukungan kemendagri jalan terus. Padahal jelas-jelas jawaban dari mereka yang berkompeten mengatakan sebaliknya dari apa yang gubernur sapaikan tidak demikian adanya.Â
Jawaban atas pernyataan kalau terlalu kasar mengatakan tuduhan dari pihak swasta sangat jelas dari dana operasional gubernur. Jelas bukan karena tidak mengerti namun mau memperbesar polemik dan menaikan posisi tawar pribadi.Â
Mengenai pertanyaan bahwa tiga gubernur sebelumnya semua bisa menggunakan tim ini, jawaban yang sama diberikan, bukan menggunakan dana APBD. Malah menjadi berkepanjangan lagi dengan masalah ketiga, adanya pernyataan tanpa dukungan atau dukungan kemendagri jalan terus.
Menarik apa yang disampaikan adalah, bahwa apa yang dilakukan, dinyatakan, dan menjadi pilihan Anies selaku gubernur cenderung mengusung ide sendiri untuk berhadapan langsung dengan pemerintahan pusat.Â
Sangat bisa dipahami karena keberadaan Anies selaku pribadi yang pernah dekat dan erat serta menjadi bagian pemerintahan pusat harus terpental atau bahasa Pak Anies menyatakan cepat lulus itu. Kini ada kesempatan, jadi gubernur Jakarta lagi.Â
Seolah ada "dendam" yang bisa terlampiaskan. Hal ini justru menjadi kontraroduktif ketika bukan sinergi yang nampak, namun asal berbeda dengan pusat yang lebih mengemuka.
Jakarta tidak bisa lepas dari pemerintahan pusat. Hal ini harus dipahami, bahwa daerah khusus iya, namun tetap dalam koordinasi dengan pemerintahan pusat.Â
Apalagi sebagai ibukota negara yang banyak bersinggungan dengan kepentingan pemerintahan pusat. Tidak akan bisa bergerak sendiri. Jika mau jujur jelas lebih susah dengan mengelola jakarta yang ibukota itu. Apalagi diwarnai dengan aroma "perbedaan" sikap dan pandangan antara gubernur dan presiden.
Gerindra yang "memiliki" gubernur bisa sangat dirugikan dengan sepak terjangnya selama ini. populer iya, trendding di media sosial bisa saja, namun apakah itu menguntungkan secara politis masih perlu dikaji lebih jauh lagi, jika berkaitan dengan pilpres 2019 mendatang.Â
Prabowo sebagai "pemberi" delegasi kepada Anies perlu banyak melihat sepak terjangnya selama sekitar dua bulan ini. Â Lebih merugikan sebenarnya. ide-ide kemajuan belum tampak bahkan mundur iya, dan itu akan menjai corong yang amat nyaring bagi kampanye jelek partai yang nampaknya tetap akan mengusung Prabowo dalam pilpres mendatang.Â
Modal 58 % kemarin kalau mau diidentikkan dan berbanding lurus dengan pilpres sangat susah untuk masih diharapkan. Kekecewaan yang ada, bisa makin parah jika tidak dikelola dengan baik.
Persoalan pribadi lebih menonjol daripada profesionalisme memimpin. Sangat naif jika mengatakan Anies serendah itu dalam memahami persoalan dan menyelesaikan masalah dengan model demikian.Â
Paling tidak, masih lebih baik tidak usah berpolemik namun tidak mendapatkan sorotan media, toh konerja baik minimal tidak berbuat pun tidak masalah. Lihat saja bagaimana perilaku pejabat lain, toh masih bisa menjabat dua periode dan menang dalam pilihan lagi, padahal juga tidak berbuat apa-apa.
Jakarta akan sangat rugi, termasuk partai pengusung terutama Prabowo jika hal ini dibiarkan berlarut-larut. Nasihat bijak dan memberikan masukan sangat penting agar pembangunan bisa terlaksa. Buat apa polemik, retorika, dan perselisihan yang tidak mendasar seperti itu coba.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H