Pilihan cerdas Anies soal Tanah Abang memang patut diacungi jempol, lima dengan pinjam satu jempol dari orang atau tangan lain. Bagaimana tidak, gubernur ini hebat luar biasa, mengatakan daripada PKL kucing-kucingan, lebih baik difasilitasi tempat untuk berdagang. Hebat bukan. Jokowi yang di Solo disebut-sebut hebat menata PKL malah kalah hebat dengan gubernur yang belum ada satu semester ini. Dalam hitungan bulan bisa mengatasi masalah abadi Tanah Abang. Dukungan jelas diperoleh dari wakil rakyat sekaligus wakil penghuni Tanah Abang. Anggota dan pimpinan dewan Lulung.
Penutupan jalan demi PKL. Luar biasa bukan. Kan jalan semrawut, PKL susah diatur, sedikan saja lahan yang tersedia, dan toh setiap hari juga untuk jualan. Mudah, murah, dan populis tentu. Soal arus di tempat lain macet karena adanya pengalihan arus, kan bukan Tanah Abang yang kusut, kan yang biasa disorot Tanah Abang. Tanah Abang lancar, penjual juga rapi karena tendanya seragam. Pemikiran keluar dari kotak memang hanya bisa dilakukan oleh profesor satu ini. Bagaimana tidak, belum ada seorang pejabat sebriliant menggunakan jalan untuk pedagang. Luar biasa memang. Jalan kan memang ada, dan tidak ada salahnya dipakai oleh pedagang kecil. Berpihak pada pegadang kecil.
Pemilik kios tentu berang kan mereka akan sepi karena pembeli tidak akan mau susah-susah mencapai kios, di lapak jalan sambil di atas motor bisa beli ini dan itu. Kembali soal berpihak. Â Gubernur berpihak kepada UMKM sebagaimana diamini sang pimpinan DPDR, bukan pemilik kios yang tentunya lebih mapan. Tepat sebagai pemimpin memang harus demikian.
Fokus pada janji kampanye. Jelas lah kan cagub kala itu mengatakan yang penting warga bahagia, tidak tertekan, dan semua bahagia, tidak ketakutan dengan ancaman-ancaman termasuk meggusur, dalam hal ini PKL. PKL dari pada kucing-kucingan diberikan lahan untuk berdagang. Apakah merugikan pemilik kios, bukan pertimbangan. Pedagang kaki lima yang biasanya cemas kini tenteram tidak takut satpol PP lagi. Sukses rencana dan janjinya. PKL bahagia. Pembeli apalagi, tidak perlu susah-susah ke kios yang jauh. Lebih banyak yang bahagia dengan pilihan ini.
Jalan, dalam arti umumkan untuk memperlancar perpindahan baik kendaraan, orang, ataupun barang. Jika setiap hari macet total apa bedanya dengan lahan parkir dan lapak berjualan bukan? Keren kan daripada jalan macet terus, ya buat saja sekalian pusat pedagang tidak ada yang perlu dipikirkan susah-susah. Almarhum Gus Dur mengatakan, gitu saja kog repot.Coba Ahok berkelahi dengan Lulung dan Satpol PP harus bertarung, kerja keras setiap saat menjadi Tanah Abang. Buat apa coba. Ali Sadikin konon harus bertikai dengan  pihak yang lebih besar, coba briliant Pak Anies kan tidak perlu bertikai. Semua senang dan selesai dengan baik.
Apa yang menjadi pilihan Pak Anies belum banyak pejabat bahkan tidak ada pejabat yang pikirkan. Hari ini dan saat ini, itu adalah kualitas di dalam spiritualitas. Mengapa harus repot berpikir esok dan nanti. Apa yang menjadi buah pikirnya telah sukses semua.
Dulu mengatakan tidak akan menggusur. Jaminan akan dipilih oleh banyak pihak bukan? Jelas karena pas panas-panasnya banyak kawasan diatur kembali. Kini, ketika menjabat, karena memang harus melakukan penataan, gampang dari gusur ganti saja geser. Tidak ada yang berbeda dalam pelaksanaannya, namun impilkasinya luar biasa. Kembali briliant dan keluar dari kota pemikiran yang biasa-biasa saja.Â
Coba apa bedanya sih membuka lapak di jalan dengan menutup jalan dengan memberikan tiket promosi bagi pejabat yang membuang uang supa ke kloset, atau memberikan jabatan duta bagi siswi yang ngamuk pada saat ditilang oleh Polwan? Jadi Pak Anies hanya melakukan tradisi yang sudah ada selama ini di negeri ini.
Kenapa harus susah payah menata PKL dengan bisa sampai berdarah-darah jika bisa dengan wacana dan gagasan yang indah, toh semua diam, bahagia, dan kembali ke kebiasaan lama. Kan biasa macet, tidak tertib, dan memberikan fasilitas memudahkan, itu jasa lho. Anak sekolah juga begitu, guru enggan menegur anak sekolah untuk memasukkan baju, dibuat saja seragam baju atas di luar. Tidak perlu bersitegang dengan anak.
Dua kesukesan untuk bisa menggusur dan menggeser, kemudian menata Tanah Abang dengan memberikan kebahagiaan, bisa saja nanti akan membawa tiket ke arah Istana menjadi presiden atau wakil presiden. Tidak ada yang buruk dengan wacana, ide, gagasan, dan pada tataran implementasi itu bukan pokok pikiran seorang pemikir. Populis jauh lebih penting di era demokrasi akal-akalan dan bangsa yang berlatih demokrasi.
Cerdas dan bodoh memang beda tipis. Bagaimana memahami hanya berkaitan dengan pola pikir kita semata. Ayam yang mengerami telur elang akan mengasuh dan merawat anakan elang sebagai ayam. Induk ayam mengajarkan mengais tanah bukan melatihnya terbang. Anak elang yang menginjak dewasa juga akan berperilaku sebagai ayam, dan mati sebagai ayam, sama sekali tidak akan menjadi elang.