Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

PTT (Prabowo, Tommy, Titiek Soeharto) dan Golkar

19 Desember 2017   10:27 Diperbarui: 20 Desember 2017   13:30 1444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

PTT (Prabowo, Tommy, Titiek Soeharto) dan Golkar, menarik kiprah mereka bertiga di dalam pusaran utama Golkar, mencoba meraih Golkar-1, ataupun masuk dalam konvensi untuk balon presiden. Ketiganya berkaitan dengan Soeharto, baik anak ataupun  "mantu", namun semua tidak menjadi kenyataan.  Menarik  melihat sepak terjang mereka bertiga, dua anak jauh lebih menarik, beda kasus pada Prabowo, jauh lebih luas, bisa pada artikel lain. Dua anak orang kuat yang berkuasa lebih dari tiga dekade, baik sebagai "pemilik dan pendiri Golkar" ataupun bangsa sebagai presiden.

Prabowo pernah mencoba untuk bisa "mewarisi" Golkar dan presiden yang ia lalui melalui konvensi, namun tidak berhasil, dan yang menang pun tidak jadi, karena dukungan yang melempem, justru menjadikan Jusuf Kalla sebagai wakil presiden. Prabowo tidak "berjodoh" dengan Golkar dan bahkan dewi fortunanya justru lewat Gerindra yang bisa mengajaknya untuk menjadi cawapres bersama Megawatie dan tidak juga menang. Kali kedua, bersama PKS dkk malah bersaing ketat dengan presiden terpilih. Jauh lebih menjanjikan Gerindra yang bisa masuk apapan atas dalam pimilu 2014.

Tommy, entah dasar apa bisa dengan penuh percaya diri mau mencoba masuk dalam bursa bakal calon ketua umum partai beringin ini, namun kembali bahwa kemauan saja tidak cukup, diperlemah lagi pengalaman berorganisasi sangat lemah. Syarat aktif sebagai pengurus dan naga-naganya soal pidananya sangat menghambat untuk bisa menjadi punggawa Golkar yang bisa menjadi jembatan emas untuk kembali masuk istana. Usai dari sana, menjadi petinggi Partai Berkarya, yang nasibnya juga tidak sepanjang kekuasaan bapaknya.

Titiek, hari-hari ini santer "mengancam" keberadaan Airlangga yang akan menukangi Golkar usai tersandera kasus papa sakit. Tidak "sekelam" masa lalu Tommy, nama Titiek lumayan menjanjikan, namun toh sama saja, tidak juga berlanjut. Apakah posisi pengurusnya selama ini juga aman, masih perlu ditunggu, namun nampaknya, dipertahankan pun, pengurus periode ini tidak masalah. Apakah akan mendirikan partai sendiri, seperti adiknya, atau mantan suaminya, atau rekan-rekannya di Golkar, semua bisa terjadi.

Partai Politik merupakan kendaraan emas untuk menjadi apa. Apa yang tersaji selama ini adalah parpol itu tunggangan emas untuk menjadi presiden, menteri, atau minimal gubernur lah. Tidak heran mereka bisa membayar dan membeli untuk bisa duduk di sana, bukan karena kaderisasi, proses panjang berdinamika di dalam berpolitik. Warisan dan keturunan menjadi sebentuk garansi dan jaminan bisa langsung melesat ke titik tinggi sebelum mencapai level tertinggi. Soal kualitas nanti dulu.

Partai politik cenderung dipandang  oleh calon anggota bukan kader karena toh tidak melalui kaderisai, sebagai akan menjadikan apa saya,bukan saya bisa berkontribusi apa bagi bangsa dan negara. Artinya politik keakuan untuk mendapat belum sampai ranah aku bisa menyumbangkan diri melalui partai sebagai sumbangsih bagi bangsa dan negara.

Hal yang sangat wajar bahwa semenjak surutnya dan sepeninggalan Pak Harto Golkar makin seksi, pada sisi lain para anak-anak beliau, ternyata terlalu lama terbuai dalam "kekuasaan" lama sang bapak, malah tidak belajar. Padahal luar biasa mentor brilian, gratis, dan memberi peluang luar biasa untuk bisa menjadi presiden di masa kini dan masa depan. Coba apa kurangnya Soeharto bisa begitu berkuasa, lama, dan cukup disegani bahkan hingga manca negara. Hal ini jelas obyektif, di luar kecenderungan tiran dan korupnya, itu beda telaah lagi. Tidak banyak pelaku politik yang bisa bertahan begitu lama dengan pengikut loyal yang banyak dan baik. Tentu kini jauh berbeda.

Politik itu jaringan, tentu masa kuat Pak Haro sebenarnya bisa para anak itu, masuk dalam lingkaran utama untuk belajar sambil melakukan, tidak tiba-tiba yang malah ujungnya menjatuhkan Pak Harto karena anaknya jadi menteri pada saat ujung dan kritis posisinya. Keberanian mahasiswa dan banyak pihak sudah mencapai titik nadir, dan malah menjadi bumerang. Beda jika lima tahun sebelumnya, atau bagaimana caranya justru dikehendaki rakyat bukan malah begitu saja dimasukan dan menjadi kerugian yang amat sangat.

Masuk dalam lingkaran elit Golkar sendiri sudah semakin sulit apalagi selalu akan dijegal dengan masa lalu "buruk" citra Pak Harto dan Golkarnya, padahal belum tentu juga demikian. sekian ppuluh tahun juga menciptakan keinginan yang sangat besar dari para kader, apalagi kini dipenuhi dengan para petualang yang dengan mudah masuk dengan modal pengusaha dan uangnya, makin sulit posisi anak-anak Pak Harto masuk jajaran elit, apalagi ketua umum.

Melihat rekam jejak, cara berpikir dan bertindak, dan berkomunikasi, tidak ada yang berpotensi menjadi pejabat negara dan partai politik. Lebih baik, energi dan uangnya untuk mengembangkan apa yang sudah ada, bisnis, toh di dalam bisnis bisa membayar orang profesional dan tetap berkembang usahanya. Beda dengan partai dan negara tentunya. Mendirikan partai baru pun tidak laku, mau masuk ke Golkar pun tidak mudah, hanya para tim hore, atau penggembira,  orang yang hemat saya cenderung mendompleng enak, tenar, dan mungkin kekayaan saja, tidak akan bernai menyarankan yang obyektif ada di sekitarnya.

Berpolitik itu boleh untuk siapa saja, termasuk anak-anak Pak Harto, namun melihat "resistensi" berulang tersebut tentu lebih baik mikir ulang. Memang ada kesempatan "merebut" kuda emas itu, tidak mungkin disia-siakan tentunya. Namun apakah mampu dan bisa itu juga penting.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun