Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Indonesia antara Nyata dan Cita-cita, dari Pembubaran Ibadah hingga Korupsi adalah Rezeki

26 September 2017   06:29 Diperbarui: 26 September 2017   08:34 1546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Indonesia antara Nyata dan Cita-Cita, dari Pembubaran Ibadah hingga Korupsi adalah Rezeki

Bangsa besar dengan sejarah, perjuangan, dan aneka bentuk keberagamannya ini sering menyajikan dua kutub yang berseberangan. Sisi satu keinginan dan pengalaman di masa lampau, dan satu sisi kenyataan yang sangat faktual di depan mata. Membaca sebuah buku yang disusun oleh orang Estonia Kamu Indonesia Banget, kalau....Seolah biasa karena di dalamnya, jurnalis yang berdiri pada sisi melihat, ia diberi beasiswa pemerintah Indonesia selama dua tahu menyajikannya dengan kacamata "penonton." Pelaku, termasuk saya, kadang merasakan itu sebagai hal yang lumrah dan wajar.  Ternyata beberapa hal memang membuat terhenyak, kog kayak gitu ya bangsa ini. Indonesia banget kalau.... Memang ia melihat yang mengerikan itu dalam bentuk canda ringan. Atau jalanan yang sangat menakutkan itu dengan bahasan ringan, dan moralitas yang sakral itu ia kupas dengan jujur dan prespektifnya yang sangat natural.

NKRI Harga Mati

Menarik ini secara global sebagai bangsa, hampir semua menyatakan NKRI harga mati. Semua demi NKRI, eh banyak pula yang menghianatinya dengan memilih ideologi lain. katanya republik toh masih banyak yang menghendaki lain-lain. sepakat bahea bentuk negara bukan aturan Tuhan yang tidak bisa diubah, namun tentu lewat mekanisme hukum ketatanegaraan, bukan dengan mengelabui. Ada parpol yang dalam kaderisasinya sama sekali tidak bicara sejarah bangsa dan Pancasila dalam satu sesipun, namun begitu banyak waktu bahkan untuk sejarrah bangsa lain. Lha di  mana NKRI-nya?

Demokrasi

Demokrasi akal-akalan, asal-asalan, dan sejenisnya menjadi panglima. Katanya memilih demokrasi, toh kalah ngamuk. Menang meremehkan dan mencela yang kalah. Kalah tidak mau terima menuntut atas nama hukum tapi tetap percaya pendapat sendiri sebagai pemenang yang dicurangi. Mengatakan demokrasi namun meliihat perbedaan tidak berani. Pas terdesak karena memaksakan kehendak langsung balik arah mengaku atas nama demokrasi. Ini fakta dan gaya hidup banyak lembaga, orang, dan kelompok.

Pancasila

Pancasila disepakati sebagai dasar negara. Ideologi negara. Nyatanya banyak yang mengesampingkannya dengan tetap sebagai warga negara, bahkan aparat negara yang dibayari oleh negara untuk hidupnya. Jika memang negara Pancasila tentu tidak ada yang akan membubarkan kegiatan agama atau penganut lain dengan dalih kilaf. Bernegara Pancasila tentu tidak ada pimpinan agama mengaku bahwa itu hanya kendaraan dan nyaman saja menerima fasilitas dari negara.

Antikorupsi

Ini hal yang paling mengerikan. Teriak-teriak antikorupsi, meskipun belum terbukti ia korupsi, namun ia membela mati-matian koruptor untuk tidak diperiksa, lha di mana ia berpihak coba. Kampanye warung kejujuran namun di depan mata anak siswa menyontek dibiarkan saja. Menyuap sudah menjadi gaya hidup dan dirasa sebagai hal yang normal. Blangko KTP-e; katanya kosong, ternyata minta upah biar dipercepat prosesnya. Korupsi bukan yang bertruk-truk uangnya, namun dari yang kecil-kecil dimulainya. Recehan sebagai hal yang memalukan karena konsep korupsi hanya yang gede-gede, padahal tidak mau sidang padahal anggota dewan jelas itu korupsi. Lihat saja mana kantor desa itu bukan pada pukul 08.00, paling pintu masih tertutup dan lampu masih menyala.

Hukum sebagai Panglima

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun