Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

OTT KPK, KPK Megaproyek dan KPK Recehan, Beda Strategi demi Pemberantasan Korupsi

30 Agustus 2017   13:49 Diperbarui: 1 September 2017   13:07 925
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin lagi-lagi OTT selevel walikota. Nilai korup atau banyaknya sitaan kisaran ratusan juta. Tidak heran bagi yang minir terhadap KPK dinilai recehan, identik dengan di Pulau Madura yang lampau. Memang kalau dilihat KPK periode ini banyak menangkap maling recehan, jika dibanding periode lalu yang suka akan megaproyek. Membuat istilah Jumat keramat (sebenarnya memalukan, ketika hari beribadah bagi Muslim ini dinodai dengan kasus maling, tentu beda jika Jumat itu ada koruptor yang mengaku dan mengembalikan empat kali lipat, lebih pas). Gemuruh konpres pun tidak seheboh yang lalu.

Beda Strategi, demi  Sirnanya Korupsi

Tidak ada yang salah dengan pendekatan baik periode lalu ataupun periode ini, toh masih banyaknya tikus yang berkeliaran.  Mengapa tidak berkurang saja rasanya maling berdasi ini? Efek jera tidak ada. Tidak menyelesaikan masalah pada akarnya, namun hanya menambal bolong yang tercipta, jika demikian akan membuat lobang di tempat lain karena kemampuannya tidak dimatikan. Megaproyek atau recehan sama saja merusak bangsa ini. Recehan ini  sama juga efektifnya karena sama dengan memotong akar, memang kerjanya melelahkan, lebih susah karena banyak, dan tidak akan terlihat wow, beda jika memberantas yang atas dan besar. 

Mirip dengan memotong pohon pasti akan menimbulkan suara yang besar, gemuruh robohnya, dan goncangan ke mana-mana, namun belum tentu akar itu tidak tumbuh lagi. Lihat bagaimana Hambalang, Century, KTP-el, atau kasus megaproyek lainnya. Termasuk di dalamnya rekening gendut banyak pihak. Recehan ini minim reaksi, resistensi, dan gejolak yang bisa membuat keadaan kalang kabut dan bisa-bisa malah menjadi kontraproduksi.

Beberapa Hal Menunjukkan Lemahnya Birokrasi Bangsa ini.

Melihat sepak terjang lembaga negara, nampak dengan jelas apa yang terjadi, hampir di semua lembaga.

Pribadi yang Bekerja Bukan Sistem.Tidak heran ganti menteri ganti kebijakan, bahkan buku kalau dalam dunia pendidikan. Ini hampir semua demikian. ingat MK zaman Mahfud MD, atau peristiwa KPK ini. mempertunjukkan keberadaan lembaga itu tergantung pimpinannya bukan sistemnya. Jika sistem yang berjalan, siapapun pimpinannya akan demikian, tidak akan beda jauh lah. Memang tidak akan bisa sama persis. Zaman modern namun masih era pra Boedi Oetomo, tidak mengagetkan kalau lahir kultus individu dalam banyak kasus.

Efisiensi yang Tidak Berjalan.Apa yang terjadi adalah pengulanga. Efisiensi jelas tidak akan terbangun, sebaliknya yang tercipta. Pemborosan, pengulangan dengan nama yang berbeda, kualitas tidak akan beranjak, selain kemasyuran orangnya. Hampir semua lembaga negara ini dikelola dengan demikian. apalagi politik masuk ke sana. Beda afiliasi politik juga menjadi masalah, bisa birokrasi tidak berjalan atau organisasi kacau balau.

Mencari Ketenaran Diri. Kecenderungan mau untung sendiri, minimal nama baik. Bagaimana tidak kalau meneruskan kebijakan takut tidak tenar, tidak membuat gebrakan, atau sejenisnya. Perlu kesadaran bersama bahwa prestasi itu akan dikenang bukan soal siapa yang menerapkan, namun siapa yang melakukan. Monumen yang di hati jauh lebih kekal daripada sekedar puja puji di depan karena jabatan dan kekuasaan. Orientasi jabatan dan ketenaran diri menyebabkan pejabat akan membuat gebrakan yang menyenangkan bagi banyak pihak. Merusak apa yang bukan idenya, gagasan orang lain sebagai hal yang tidak baik. Padahal tidak demikian.

Korupsi Perlu Kerja Bareng.Selama ini kita saksikan penanganan korupsi  masih sektarian, bagaimana tidak kala bisa institusi dan lembaga masih bersikukuh tidak akan ada korupsi, nyatanya antri masuk bui. Lihat saja bagaimana kepolisian bersikukuh untuk tidak pernah memperbolehkan kantornya diperiksa, dewan pun demiian, tentu lembaga lain identik, nyatanya? Borok itu mau disembunyikan. Belum tentu juga KPK bersih, patut ditunggu. Bersaing secara sehat, bekerja secara sinergis, dan bukan bersaing ala anak-anak. Jika ini bisa dilakukan, bangsa ini jadi bangsa besar, makmur, dan bukan semata wacana.

Lembagaku Pasti Baik, Lembaga Lain Salah.Susahnya korupsi di atasi adalah sikap ini. lembaga memang baik, namun orangnya kan belum tentu. Jika mencintai korp seharusnya membuatnya bersih bukan malah mengotori kemudian menolak perbaikan. Hampir semua tabiat berlembaga di sini demikian. Begitu  kekeh menggunakan kacamata kuda, dan tidak proporsional, serta sering tidak lagi rasional. Bagaimana pengawasan dewan, penegakan hukum oleh kepolisian, kejaksaan, bahkan kehakiman pun buruk. Belum lagi badan pemeriksanya pun bisa dibeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun