Politik dan Pedang Bermata Dua Media Sosial
Beberapa hari berturut mendapatkan undangan kenduri peringatan orang meninggal. Pembicaraan dan perilaku soal media sosial sangat kuat. Tidak ada yang salah dengan keberaadaan sosial media, media itu netral, namun bagaimana perilaku bermedia itu penting.
Media sosial merupakan perkembangan akan kekinian dari model lama media cetak, kemudian brgeser ke media on line, dan kini cenderung terreduksi ke media sosial. Ancaman dan berbahaya ketika media sosial menjadi sumber informasi bagi banyak kalangan. Berangkat dari hal ini lah menjadi artikel ini. Pengalaman  yang berbicara pada level pendidikan sekolah dasar hingga menengah atas, masih lumayan, pergaulan harian dengan lingkup itu-itu saja, artinya tidak jauh berbeda.  Aafiliasi politik identik dan yakin bak babi buta, tidak akan ada nilai kritis di sana.
Media Cetak hingga Media Sosial
Media cetak, mengupas berita, peristiwa, opini, atau artikel akan sangat luas dan dalam. pemilihan kata akan membuat orang sangat paham dan mengerti dengan baik, ada kesempatan mengulang dan mencerna jika tidak paham. Â Bergeser ke media online, berita atau apapun cenderung jauh lebih ringkas, bahkan beberapa paragraf dibuat jadi berita baru dengan hanya mengubah satu dua paragraf awal. Sudah berbeda esensi, makna, dan penerimaan konumen akan hal ini. kini, media sosial bisa jauh lebih pendek, banyak singkatan, banyak penghematan ruang karena pembatasan karakter seperti twitteryang hanya 160 karakter. Â Tentu berbeda jauh mengatakan Jokowi dan Prabowo naik kuda di media cetak, media on line, apalagi media sosial.
Kesempatan dan Bahayanya
Orang engga beli koran, paket data makin murah, malas baca juga, minta resume melalui media sosial. Asumsi bahwa media sosial adalah resume tentu sangat berbahaya. Namun hal ini sedikt banyak sudah terjadi. Tidak heran, Â bahwa satirebahwa SMA PL Jakarta melarang siswanya berjilbab bisa menjadi sumber kehebohan. Mana sempat berpikir untuk mencerna siswa PL Jakarta itu cowok semua, mana pernah mau berjilbab, namun karena psikologi massa sedang panas soal sensitivitas agama, mudah saja langsung kirim terusan. Koran cetak tidak akan menerbitkan tulisan sesederhana itu menyebabkan pembaca yang jauh lebih dasyat, dan tentunya jarang koran menjadi "penyesat".
Anjuran Memenuhi Media Sosial Ajaran yang Baik
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pernah mengajak untuk mewarnai media sosial dengan kebaikan, berbagi keutamaan, dan mendominasi di atas keburukan dan fitnah yang ada. Tentu ajakan yang patut mendapat apresiasi, sayangnya sifat manusia yang Ajahn Bramlebih suka memilih kotoran seperti cacing, dalam Cacing dan Kotoran Kesayangannya,manusia memiliki kecenderung ini. Nah di ranah inilah yang oleh sebagian pihak telah dan akan dimanfaatkan terus menerus. Apakah ini akan terus terjadi, pilihan ada di tangan kita tentunya.
Sifat Kritis dan Apatis
Ribadi yang kritis akan cek dan ricek dulu sebelum meneruskan sesuatu. Di sinilah yang oleh pihak-pihak tertentu pahami, bahwa masyarakat kita minim akan hal ini. Kemudian dengan mudah merebak dan ternyata itu aslinya satireatau bahkan palsu. Jika terus-terusan dipakai, tentu pasar akan jenuh lahirlah generasi apatis, tidak mau tahu, tidak peduli, dan seenaknya sendiri.