Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok, Benarkah karena Ia Kristen dan China?

26 Februari 2017   06:14 Diperbarui: 26 Februari 2017   16:00 3079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ahok, Benarkah Karena Ia Kristen dan China Saja?

Benarkah alasan yang dikemukakan selama ini soal “penjegalan” Ahok itu karena ia Kristen dan China? Jika iya, apakah benar data dan fakta yang tersaji selama ini, atau kekristenan dan kechinaan itu hanya sebagai dalih dan rasionalisasi atas terganggunya kepentingan selama ini?

Deparpolisasi karena ia ingin jalur perseorangan.Saat ia mau mencalonkan diri lagi menjadi gubernur, ia mencoba dengan Teman Ahok dan mau menempuh jalur perseorangan. KTP yang diperoleh ternyata melebihi apa yang dipersyaratkan. Kemudian timbul yang namanya istilah deparpolisasi, ada tujuh petinggi parpol yang berkumpul dan menyatakan dukungan untuk bukan Ahok. Ketika ia mau tidak mau menggunakan parpol dengan berbagai-bagai pertimbangan, muncul juga Ahok menghianati Teman Ahok, dan sebelumnya santer soal Ahok pasti jatuh oleh sekelompok elit salah satu parpol terbesarnya. Pokoknya hanya asal tidak Ahok, mau mandiri atau parpol sama saja, intinya, asal bukan Ahok.

Harus cuti, sedangkan ia tidak ingin. Ahok tidak ingin cuti, sedangkan perundang-undangan mengharuskan cuti, tidak heran ia menggugat ke MK karena hal ini. Ia mau tetap bekerja, coba apanya yang salah kalau ada pejabat yang mau tetap bekerja padahal ada keharusan cuti? Sebenarny aneh bukan? Namun banyak yang malah seolah memaksa agar Ahok harus cuti. Ada apa dengan kaharusan ini coba? Apa ada kaitan dengan etnis dan agama? Jelas tidak.

Diseret dengan berbagai-bagai cara, BPK, KPK, dan akhirnya karena mulutnya. Dibenturkan dengan berbagai kalangan dan berbagai isu. Soal reklamasi, soal BPK, dengan KPK, dan dewan bukan berita baru lagi, panas dingin relasi Ahok dengan dewan, lebih banyak panasnya daripada dinginya. Satu yang “sukses” membuat Ahok “mati kutu” penistaan agama. Yang jelas saja masih debatable dan sekarang masih berjalan di pengadilan. Toh tidak ada kaitan dengan agama dan etnisnya tentu.

Didemo berkali-kali. Ini yang membuat paling heboh, memaksakan kehendak untuk membuat Ahok tidak jadi gubernur. Ada lebaran kuda segala untuk memaksa agar Ahok diseret ke pengadilan. Jadi tersangka, masih minta ditahan, disidang masih belum cukup, dan kembali demo demi demo. Apakah ini karena agama dan etnisnya? Bukan lagi.

Mogok dewan. Ini yang terjadi belakangan ini, dewan mogok karena Ahok menjabat lagi usai kampanye dan menyandang terdakwa. Mendagri masih bersikukuh dengan keputusannya soal jabatan Ahok. Jelas tidak berkaitan dengan etnis dan agama.

Kalau China lihat di singkawang, namanya saja kelihatan. Meskipun di sana banyak etnis keturunan Thionghoa, saya tidak yakin di sana sebagai warga paling banyak. Masih ada etnis Melayu, Dayak, dan sebagainya, toh dari nama saja kelihatan kalau mereka jelas beretnis China.

Atau karena Kristen, lihat saja di Kalbar. Cornelis bisa juga menjabat dua kali di Kalbar, apakah Katolik paling banyak di sana, jelas tidak. Atau anak Cornelis yang sedang mengikuti pilkada dan juga menang, tanpa ada isu soal agama. Dan tentu banyak lagi bukan penduduk dengan kepercayaan yang terbanyak namun bisa memimpin di suatu daerah.

Atau karena ia tidak mau diajak kompromi maka keluarlah kata-kata nenek lu...ta-1...gila, dan sebagainya. Hal ini jauh lebih memberikan bukti dan fakta yang lebih rasional, meskipun akan dibantah bahkan dinyatakan sesat dan sebagainya. Lihat saja bagaimana kekacauan demi kekacauan di Jakarta, hanya karena Ahok cuti kampanye saja. Empat bulan yang ia tinggalkan itu membuat kembali pesta pora.

Apakah kalau ia sama dengan yang dominan pasti menang? Jelas saja tidak, karena banyak kepentingan yang terganggu. Ada isu yang mengatakan kalau Ahok mau menjadi mualaf pasti menang, ingat isu, dan itu pasti akan jadi santapan empuk karena ia tentu dinyatakan tidak setia. Jika benar ada pernyataan ini tentu hanya pancingan yang akan menjebak Ahok untuk masuk perangkap baru, usai penistaan agama makin cair dan susah untuk dipakai lagi ke depannya.

Mengapa asal bukan Ahok? Hal ini jelas saja berkaitan dengan kepentingan, kepentingan preman jalanan hingga preman berdasi, dari tepi kali hingga di gedung tinggi semua sakit hati. Lihat saja bagaimana pengembang merasa tersiksa dengan pendekatannya soal idenya untuk memberi tambahan kontribusi, soal pajak ketinggian gedung, dan pembangunan ini itu dari uang mereka. Apa mereka rela keuntungannya selama ini hanya dimakan sendiri dan sedikit dibagi dengan pejabat rakus mau dipangkas besar-besaran demi rakyat?

Dewan yang jelas bermodal besar dengan politik mahalnya kalang kabut menyaksikan sepak terjangnya selama ini. Hal ini bukan soal agama dan etnis, namun karena susahnya nitip anggaran dan upeti seperti yang sudah-sudah. Apa mereka mau diajak rajin bekerja dengan pendapatan resmi saja? Susah diterima nalar tentunya.

Banyak kupasan soal kembalinya PKL, kesemrawutan di sana-sini selama Ahok cuti, jelas hal ini adalah lahan basah bagi beberapa elit. Jika Ahok cuti selamanya tentu menyenangkan dan membahagiakan bukan saja untuk empat bulan lagi.

Semua itu sama sekali tidak berkaitan dengan agama dan etnis tentunya. Apapun agamanya kalau mau diajak kompromi atau bekerja biasa saja bisa berjalan dengan semestinya, soal pembangunan ada atau tidak, mana ada yang pernah protes. Toh lihat saja mana ada perkembangan daerah sejelas apa yang dicapai Ahok.

Bhineka Tunggal Ika disematkan di kaki Burung Garuda untuk menjadi peringatan, permenungan, dan menjadi sumber inspirasi bagi semua yang merasa dan masih warga negara kesatuan Indonesia, bahwa negara ini dibangun dengan dasar keanekaragaman. Perbedaan bukan sebagai hal yang perlu dibesar-besarkan.

Jayalah Indonesia!

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun