Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

DKI, Pilkada DKI dan Tanda Masalah Kronis Menurut Stephen R. Covey

23 Desember 2016   22:27 Diperbarui: 24 Desember 2016   07:48 673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para pelaku politik terutama DKI tentu semua telah paham mengenai menejemen, apalagi kalau bicara soal Stephen R. Covey, hampir dipastikan mereka telah membaca bukunya, atau malah pernah mendapatkan pelatihan langsung dari yang bersangkutan. Soal pengetahuan dan bekal kognisi atau pengetahuan mereka sudah ahli, mahir, dan tidak bisa diragukan.

Menyaksikan sepak terjang mereka, patut dipertanyakan, apa mereka tidak mau tahu atau tidak paham dengan ilmu yang menyatakan kondisi krisis yang diperlihatkan mereka sebagai tanda kronis. Bisa disaksikan dengan mata telanjang bagaimana kondisi tersebut.

Tiada Visi atau Nilai Bersama. Ciri ini sangat mudah terlihat dan dipertontonkan dengan sangat gamblang. Bagaimana organisasi, perusahaan, atau lembaga yang dipenuhi dengan berbagai agenda, adanya kepentingan tersembunyi, dan kekacauan demi kekacauan bisa diciptakan dan tercipta. Apapun yang dilakukan Si A, besok pasti akan mendapat tanggapan negatif yang luar biasa banyaknya, padahal baru sebatas ide. Gangguan untuk melangkah maju karena merasa kepentingannya tersendat dan bahkan bisa berantakan, maka mau tidak mau, rencana baik pun bisa dikatakan sebagai hal buruk dan sebisa mungkin digagalkan. Yang berkepentingan ada parpol, pengusaha, preman, calo, dan banyak lainnya.

Tercerai Berai. Ciri yang nampak dari kondisi ini adalah kemunafikan, terciptanya geng atau kelompok yang mudah bubar. Tidak bisa diragukan, bagaimana kemunafikan itu ada, bagaimana ada puja dan puji di depan namun di belakang berkomplot untuk menelikung. Terciptanya geng atau kelompok yang mudah bubar. Bagaimana ada kelompok kekekeluargaan yang sebentar saja berkibar kemudian hilang, kelompok yang mengatasnamakan ini itu, melaporkan ini itu, dan ada juga kerjasama antara nasionalis dan radikalis tumben bisa menyatu, yang jelas saja akan bubar dengan cepat. Persaingan yang tidak sehat. Yang seharusnya bersinergi eh malah bersitegang, karena adanya kepentingan masing-masing. Yang sepatutnya bekerjasama malah bersikap seperti Tom n Jerry. Berapa saja kelompok atau kerja sama yang tercipta demi pilkada DKI ini? Banyak dan banyak juga yang telah bubar, kelompok pendukung ini, itu, suka ini itu, dan sebagainya. Ke mana mereka? Lebih banyak yang sudah bubar.

Tidak Berdaya.Ciri yang ditunjukkan, marah, takut, cuci tangan, meninggalkan kerja untuk urusan lain yang sama sekali tidak berkaitan dengan tanggung jawabnya. Bisa disaksikan bagaimana kinerja pejabat di DKI selama ini. Lebih banyak mengurus yang bukan tanggung jawabnya karena memikirkan kepentingan sendiri. Ketika tertanggap tangan atau ketahuan dengan mudah menyatakan sebagai apes, rencana Tuhan, dan sejenisnya, yang mau mengatakan dirinya bersih dan tidak mau kotor. Marah-marah padahal tanpa sebab, karena ketahuan bahwa mereka akan terdesak, mereka menyerang dulu daripada diketahui belangnya. Ketakutan, apa yang dikatakan dengan mudah dinyatakan sebagai bukan kata sendiri karena hidupnya diwarnai dan dipenuhi dengan ketakutan. Sikap tidak berdaya sangat jelas terlihat.

Tingkat Kepercayaan Rendah.Sikap saling tusuk dari belakang, bertengkar, merasa jadi korban, sikap defensif, tidak berbagi informasi. Sebuah lembaga, organisasi, pemerintahan termasuk dewan, tentu perlu adanya berbagi informasi, apa yang terjadi? Sering terjadi saling main kaki dan main siluman, tidak heran ada anggaran siluman, pegawai siluman, dan sejenisnya. Info  dipegang dan diharapkan pihak lain terkelabui. Sikap bertahan gigih dengan menyerang pihak lain. Pihak lain dianggap sebagai musuh yang akan menyerang dan membahayakan. Merasa jadi korban. Jelas pelaku namun nyatanya berkoar-koar sebagai korban dan merasa diperlakukan tidak adil, diperlakukan tidak semestinya, dan lain-lain. Bertengkar, bukan hal yang aneh dan luar biasa terdengar dari DKI baik pilkada ataupun selama berproses sebagai daerah khusus. Menusuk dari belakang, tidak perlu dibahas lagi, bagaimana hal ini jelas sekali tampak dalam banyak hal.

Stephen R. Covey juga menjabarkan apa yang akan terjadi jika hal tersebut terjadi, pertama, kualitas rendah, biaya membengkak, tidak luwes dan lamban. Kedua, kegagalan dan organisasi tidak berjalan semestinya.

Pertama, soal kualitas rendah jelas terlihat dari kinerja rendah dan apa yang mereka hasilnya tidak membanggakan, selain banyaknya wacana dan kontroversi. Biaya namun membengkak yang tidak jelas ke mana hasil yang bisa dipertanggungjawabkan. Apa selanjutnya jelas saja tidak luwes dan lamban.

Kegagalan, sebagai akibat kedua, jelas saja akan terbukti. Bagaimana selama ini kegagalan demi kegagalan menjadi santapan empuk namun tidak menyadari karena tidak adanya kerja sama. Artinya kegagalan ya biasa saja dan biarkan saja. Buat apa toh dulu juga begitu.

DKI adalah Indonesia mini, apa yang terjadi di sana adalah simbol, gambaran, dan wakil dari apa yang juga terjadi di Indonesia pada umumnya. Masalah itu sudah kronis dan tinggal menunggul akhir, apakah mau diam saja dan menunggu akhir itu datang lebih cepat?

Jayalah Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun