Beberapa waktu terakhir keadaan negara ini cenderung mirip dengan Orde Baru dengan beberapa kondisinya. Dulu, reformasi bergulir bukan soal Orde Barunya, namun perilaku penguasa kala itu yang lebih cenderung kolutif, koruptif, dan nepotis. Perihal yang lain tidak dipersoalkan oleh masyarakat secara umum dan mahasiswa sebagai punggawa pergerakan penggulingan pemerintahan Soeharto. Artinya bahwa yang tidak disukai adalah KKN dalam segala bentuk turunannya.
Hal-hal lain yang menunjukkan prestasi baik dan membangun sama sekali tidak menjadi persoalan, seperti keberadaan cabang olah raga dan pengurusnya yang biasanya eks militer. Percaturan Indonesia salah satunya yang disegani adalah dalam pesta olah raga, minimal regional Asia Tenggara jarang lepas dari juara umum kecuali tuan rumah adalah Thailand dan Malaysia, baru biasanya Indonesia tidak bisa juara umum. Demikian juga sepak bola, disegani, seru hanya kalau melawan Malaysia dan Thailand, selain itu Indonesia di atas angin tidak ketar-ketir menang tidak ya, seperti akhir-akhir ini.
Pembangunan meskipun dengan cemang cemong dan lobang sana-sini toh tidak dipersoalkan asalkan tidak hanya untuk kroni dan dengan koncoismenya. Konsep Repelita dan Pelita toh bisa dirasakan manfaatnya, masalah yang ada adalah kurang meratanya. Apa yang perlu dibuat adalah pemerataan dari sabang sampai Merauke, dari utara hingga selatan. Program dan rencana tidak masalah.
Era Jokowi ini, keadaan akan identik dengan kondisi Orde Baru, dengan pembaruan, bisa dikatakan Orde Baru Sekali. Pertama, soal pembangunan jelas digalakan dan hasil bisa dirasakan langsung dengan mata telanjang, kalau tidak suka buat saja artikel sendiri tidak perlu nyinyir di lapak orang. Apa yang digagas di era dahulu kala, bukan yang kemarin, telah dilanjutkan dan disempurnakan, masalah ada kekurangan jelas saja bisa diperbaiki sambil berjalan.
Kedua,pimpinan cabor mulai lagi dari militer aktif atau purna. PBSI dengan Wiranto dan PSSI dengan pangkostrad. Harapan ke depan kejayaan dua cabang populer di Indonesia ini bisa terwujud dan tidak lagi seperti ingus naik turun tidak jelas. Tetangga negara kemarin sore dan kecil pun mulai bisa bersaing dengan timnas merah putih. Bagaimana kita gemas menghadapi Timor Leste saja tidak bisa jaminan aman, atau Laos yang mulai beberapa kali mengalahkan timnas kita.
Ketiga,dewan yang bisa menjadi tukang stempel kalau melihat sepak terjang sang ketua yang banyak masalah dan berbelit dengan kasus demi kasus. Kondisi memang berbeda namun bisa terjadi keadaan yang sama jika tidak disadari sejak awal dan ada kontrol yang kuat.
Orba Minus KKN
Penyakit akut bangsa ini sebenarnya telah lama terjadi dan berproses tanpa kesadaran bahwa itu berbahaya. Jelas KKN, memang nepotis sudah banyak terkikis meskipun belum sepenuhnya bisa diyakini demikian. Paling tidak sudah ada hasil atas usaha demikian. Keluarga itu tidak salah sepanjang profesional, mampu, dan memang bisa diandalkan. Persoalan timbul kala mereka hanya mengandalkan nama besar kemudian minta fasilitas. Termasuk seleksi dalam beberapa lembaga yang menggunakan suap dan atas bantuan kolega. Sudah relatif bersih dan obyektif. Dulu PLN, Pertamina, dan pegawai negeri sipil apapun itu, termasuk TNI dan Polri tawar menawar atau ada pertanyaan jika diterima, amplop berapa? siapa yang bawa?
Korupsi, ini masih jadi masalah besar karena memang warisan penjajah Belanda budaya demikian kuat. Belum lagi hukum yang dibuat oleh penjajah cenderung melindungi pelaku korup yang biasanya pejabat dan lingkaran kekuasaan. Memang sekarang sudah ada KPK, namun akar tabiat korupsi itu yang perlu diselesaikan. Â Salah satu pekerjaan negara yang tidak mudah adalah menyadarkan bahwa korupsi itu maling dan malah masih kuat kecenderungan merasa itu sah-sah saja. Bisa juga dengan UU Pembuktian Terbalik jika mau lebih maju dan menjanjikan negara yang maju dan modern.
Kolusi, salah satu hal yang paling menyedihkan adalah tabiat ini, suap, main mata, dan sejenisnya. Mafia demi mafia hidup di mana-mana, ada mafia parkir, minyak, tanah, perizinan, kasus hukum, dan hampir seluruh lini hidup ada mafia. Sedikit demi sedikit, dan berproses untuk diatasi. Meskipun perlawanan demi perlawanan tetap saja berjalan.
Era Orba meskipun kerukunan sejatinya semu namun bisa terjalin baik. Alasan bahwa karena represi dan tekanan militeristik bisa sedikit diterima melihat dinamika hidup bersama dan ketidakdewasaan beberapa pihak yang ingin memaksakan kehendak, mau tidak mau tiarap. Aksi fundamentalis dan sikap memaksakan kehendak relatif tidak terjadi.