Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Roy Suryo dan Ruhut Demokrat Sejati, dari Podium Merah Putih hingga Pelaporan MKD

4 Oktober 2016   16:45 Diperbarui: 4 Oktober 2016   16:57 2464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Duo R ini memang tidak pernah sepi dari sensasi. Lumayan yang satu agak berisi dan yang satu basi. Esensi demokrasi adalah menempatkan perbedaan sebagai bagian utuh yang harus dihormati, sikap kritis dan kebebasan berekspresi  mendapatkan wadah dan terlindungi.

Roy Suryo, entah apa namanya kritis atau malah naif, ketika menanyakan salah satu dekorasi yang menghiasi podium di mana presiden berdiri. Ide dasarnya baik dan bagus jika itu demi Merah Putih yang menjiwai demokrat sejati. Menyimak sepak terjangnya selama ini, jauh dari itu semua. Cenderung waton sulaya,daripada kritik membangun berdasar kebangsaan.

Lihat saja perilakunya selama ini, di sidang paripurna dewan saja seperti anak sekolah dengan huuuuu.... huuuuu... ketika rekannya bicara, nasionalis dan demokrat apanya perilaku kanak-kanak demikian. Kritik atau bentuk tanya yang sangat tidak berdasar ketika ternyata podium itu sudah dipakai sejak era Pak Harto, Pak Beye selaku junjungannya, kog dulu gak tanya? Belum lagi catatannya panjang soal lagu kebangsaan yang ia tidak hafal, soal membawa pulang barang inventaris rumah dinas, dan banyak lagi keanehan dirinya.

Kritik itu boleh, kritis itu wajib namun perlu dengan motivasi yang baik sehingga tidak malah mempermalukan diri sendiri. Menarik adalah, sekelah doktor menggunakan media tidak beda dengan abg putus cinta seperti ini, bagaimana keteladanan dibina? Bukan soal Jokowi nabi lho, namun kritik yang mendasar dan tidak hanya asal beda. Lebih banyak sensasi dan kontroversi daripada prestasi.

Ruhut S. Naga-naganya akan ada dua anggota dewan independen periode ini. Ruhut terantuk batu lagi dengan perilakunya yang seenaknya sendiri. Melihat sepak terjang Ruhut, Demokrat bingung juga mau memecat toh berkontribusi juga, di diamkan akan jadi duri yang menyakitkan. Ide mendorong pemecatan dari MKD lebih masuk akal dan halus, Demokrat bisa tetap bersih.

Politik cuci tangan yang biasa dipilih. Dulu pernah kena teguran pelanggaran liar karena HAM yang ia plesetkan sebagai hak azasi monyet. Kali ini ada pelaporan kasus  lagi penggunaan sosmed. Akumulasi, bisa didorong oleh fraksi dan faksi yang tidak suka untuk memecat Ruhut.

Kisah Ruhut ini memang panjang. Dimulai dari pilihan mendukung Jokowi di pilpres padahal ada sang besan sang pimpinan di kubu sebelah ia tetap saja jalan dengan idenya. Bukannya bertobat malah ia lagi memilih berseberangan untuk kembali mendukung Ahok sejak jauh sebelum mereka punya calon. Ia dipecat sebagai koordinator jubir Demokrat. Pilihan ke Ahok masih ia pilih, dan pas mereka punya calon tetap saja pilihan mendukung Ahok masih ia pegang dengan alasan Agus bukan kader Demokrat.

Menarik adalah apa yang disajikan partai yang baru merayakan ulang tahunnya ke lima belas beberapa waktu lalu. Namanya besar, modern, namun banyak sikapnya yang jauh dari namanya sendiri. Demokrat namun jarang berani mengatakan kritik ke dalam.

Masalah podium yang paling anget, itu sejak lama mengapa baru kini berteriak, meskipun sudah dijawab dengan alasan meneruskan tanya masyarakat yang tidak mendapatkan respons. Coba mengapa dulu tidak pernah teriak ketika para koleganya bancaan uang proyek, malah ada nada-nada pembelaan yang katanya sakit parah sehingga terbungkuk-bungkuk. Atau membela dengan mengatakan, tidak mungkin itu pasti konspirasi dan sebagainya. Jiwa demokrat sejati akan menyatakan salah pada siapapun yang bersalah bukan hanya karena beda pilihan politik. Kebenaran pun sama saja.

Elit menengahnya berpolah untuk mencari celah menyelinap ke atas, kelompok elit yang bisa menjadi apa saja dan aman melakukan apa saja. Tidak heran menyajikan politik dagelan tidak elok seperti ini berkali-kali. Beda elit topnya yang model menjilat, ABS,dan pokoknya mendukung apapun kepentingan sang pimpinan. Salah pun akan didukung, kemudian mencari kambing hitam atau menyatakan pihak lain yang melakukan. Gaya lama yang dipakai partai yang namanya paling modern ini. jangan kaget nanti 2019 hanya jadi penggembira jika masih diingat.

Tugas sangat berat kala Agus harus menyandang cagub di DKI. Meskipun semua berpotensi menang, melihat tingkat polah pengurus seperti ini jangan harap akan menuai panenan, salah langkah demi langkah justru akan merugikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun