Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pantaskah Setnov Kembali Jabat Ketua Dewan?

30 September 2016   18:00 Diperbarui: 30 September 2016   19:47 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pantaskah Setnov Kembali Jabat Ketua Dewan?

Dunia politik memang susah ditebak ke mana arahnya. Lebih payah lagi ketika penegak hukum pun puncak pimpinannya produk politik, termasuk di sini adalah MK. Lepas kepentingan memang sebuah hal yang mustahil, namun paling tidak, lebih obyektif dan menjauh dari kepentingan kelompok dan apalagi pribadi.

Kisah berpanjang kali lebar kali tinggi, menghabiskan energi akhir tahun lalu, kini mentah lagi karena adanya proses hukum yang menyatakan sebaliknya dari opini publik selama ini. Baiklah boleh dan sah-sah saja jika MK menilai bahwa Setnov “bersih” dari upaya catut dan bebas dari semua “tuntutan.” Menarik adalah ikutan dari sana, ketika ia mundur dari ketua dewan dan tukar guling dengan koleganya.

MKD tanpa mengeluarkan hukuman dalam bentuk apapun karena dagelan yang mereka ciptakan.  Tidak aneh dan heran ketika kolega-koleganya meminta dewan memulihkan “harkat dan kedudukan” ketua dewan. Patut atau tidak itu saja.

Aneh dan ajaib jika ia kembali ke kursi ketua dewan. Sepanjang sejarah ada ketua dewan mundur dan apakah akan ada lagi rekor naik lagi dengan surat dari MK yang menyatakan tidak ada “kesalahan.” Ini soal kepantasan dan moral semata, bukan soal hukum yang toh masih banyak yang meragukannya.

Moral atau etis itu tergantung orangnya kog, bukan norma hukum yang pasti suka atau tidak ditaati karena terukur (yang masih sering ditafsir-tafsir sesuai keinginan sendiri), malu untuk bertindak di luar kepantasan, ini masih juga bisa dimainkan karena memang lemah melihat antara baik dan buruk. Jika sudah kuat, ada sangkaan saja sudah malu, apalagi ada rekaman. Mau berdebat seperti apa yang jelas rekaman itu ada, ada permintaan, dan ada saksi-saksi yang menyatakan iya, soal yang dipermasalahkan adalah sah dan tidaknya rekaman. Ini bukan soal maling sandal yang pasti akan dihajar dengan bogem mentah, dan pembela mahal siap menjadikan kisah ini sesuai kepentingan pribadi bukan negara.

Dia sudah ada di dalam rekaman, baik itu diakui atau tidak, mau sah atau tidak, yang jelas dia sudah pernah mencoba “menguasai” FPI dengan kuasanya. Hal ini bisa dilihat dalam rekam jejaknya yang panjang kali lebar. Tidak patut dia menjadi ketua dewan.

Apa bedanya dengan ketua Golkar? Golkar kan hanya organisasi, parpol, lingkupnya terbatas hanya mereka sendiri, kalau keluar pun tidak lebih luas dibandingkan ketua dewan.  Ketua dewan, eh pernah mencoba ini itu dengan kekuasaannya itu. Kasus saham itu hanya satu di antara kasus lainnya, bisa dilihat dalam dongeng ini, yang diramu dari berbagai media, selama bertahun.

Apakah mau lagi satu koleganya sebagai pimpinan juga diborgol KPK? Lagi dan lagi bagaimana pertanggungjawaban bangsa ini bagi anak cucu di kemudian hari  ketika meliht sejarah bangsa, ketua DPD berhenti karena OTT, ketua dewan menyusul beberapa bulan kemudian, apakah itu yang mau dikisahkan?

Setnov, biar saja di  ketum Golkar, tidak perlu nambah kuasa yang bisa dipakai untuk kepentingan diri sendiri. Implikasi panjang, nanti trio kwek-kwekramai lagi, karena trionya lengkap, selama ini sudah mulai sunyi karena bos trionya terjungkal, pendamping kanan dipecat partai jadi dewan independen, jangan malah membuat kekacauan lagi. Biar negara ini membangun bukan kisruh lagi.

Ketum parpol berbau korupsi dan kolusi toh bukan satu-satunya, malah semakin mengukuhkan negeri parpol gali, janganlah kembali ke ketua dewan. Bagaimana kacaunya kalau tugas dua tempat, makin merajalela di dalam menggunakan kekuasaan untuk sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun