Hal yang Tidak Seharusnya Ada dalam Hari Raya Idul Adha
Hari raya yang setiap tahun dilakukan dengan penyembelihan hewan qorban, tidak jarang ada hal-hal ironis yang mengikutinya. Tidak seharusnya demikian, jika memahami dengan baik apa yang sedang direnungkan dan dirayakan.
Beberapa hal berikut biasa terjadi dan seperti hal yang wajar, padahal jika bisa dikurangi jauh lebih baik dan berdaya guna.
Antrian jatah kurban, kan bisa diantar. Hal ini sering terjadi dan tidak jarang menimbulkan korban jiwa karena terinjak-injak pas mengantre. Harusnya suka cita malah menjadi duka cita. Berbagi kebahagian bukan untuk menimbulkan duka bukan? Hal ini bisa diatasi dengan pembagian kupon dengan waktu pembagian yang tidak terlalu besar. Bisa pula mengantar kepada yang berhak, tentu juah lebih efektif dan efisien, memang lebih capek, namun demi keamanan dan kebaikan bersama tentu tidak ada salahnya.
Cuci uang, ingat ini ibadah, bukan malah menggunakan uang tidak sah, orang-orang yang melakuka tindakan kejahatan termasuk korupsi, demi bisa mendapatkan “keringanan” hukuman dan dinilai baik, bisa saja royal mengeluarkan dana untuk membeli hewan kurban dengan besar-besaran. Aneh dan lucu jika, ibadah namun menggunakan uang yang tidak patut mendapatkannya. Lihat kemarin yang mau beribadah haji namun menggunakan uang suap, bukan tidak mungkin di sini juga terjadi bukan?
Pamer, bisa menggunakan cara undang media, mengundang fakir miskin,hati-hati, jika ada pemikiran untuk pamer dan menggunakan ibadah untuk mencari kemegahan diri. Mengundang wartawan dan media, wawancara, dan lebih fokus kepada diri sendiri bukan membantu orang yang tidak pernah merasakan enak dan nikmatinya daging. Fakir miskin yang diundang kemudian dideret-deretkan di muka umum, termasuk media. Hal ini bisa terjadi ketika orang berfokus pada dirinya sendiri, dan orang lain sebagai sarana.
Pesta pora daging hingga masuk rumah sakit.Esensinya adalah membagikan kesenangan, suka cita, dan orang yang tidak bisa makan daging, namun hari raya ini mereka juga bisa menikmati hal yang sama. Namun sering malah dimanfaatkan sendiri dengan kelompoknya untuk berpesta pora, bakar-bakar dan berujung pada sakit dan rumah sakit, karena kolesterol, darah tinggi, dan kekenyangan.
Orang yang mampu, namun memaksa meminta jatah,mental suka gratisan memang harus diubah. Sehari-hari saja sudah biasa makan daging, karena ada pembagian tetap saja minta jatah. Ini tidak sedikit dan ada di mana-mana. Ini sikap mental yang erlu dibenahi, tidak heran sudah kaya pun masih menerima suap.
Sisa-sisa dan dibuang-buang karena tidak dibagikan dengan sungguh-sungguh,biasanya dilakukan remaja dan pemuda. Dengan dalih sudah membantu memotong, mengirim, dan melakukan kerja keras, mereka mendapatkan jatah. Itu sangat wajar dan pantas, namun sering tidak jarang mereka karena capek, lelah, dan bosan malah menyia-nyiakan apa yang ada.
Fenomena yang acap terjadi, dan itu tanpa disadari menjadi kebiasaan yang tidak patut. Bukan bermaksud untuk merendahkan atau menjelekkan, namun tentu bisa lebih baik akan menjadi bermanfaat bukan? Hal-hal yang ada tersebut bukan yang esensial, namun hanya efek samping yang bisa mengalahkan yang mendasar.
Coba tentu lebih menyenangkan jika bisa berbagi dengan tulus, usai perayaan tetap sehat karena mengonsumsi secara bijaksana, dan memberikan kepada yang berhak. Suka cita dan merasakan yang sama bagi banyak orang yang tidak pernah bisa menikmati tentu sangat membahagiakan. Pengin dan menikmati tentu tidak salah sepanjang itu masih dalam batasan wajar dan tidak perlu berlebihan.