Buat Apa Tax Amnesty,Kalau Sutradara Pengemplang Pajak Diberi Remisi
Peringatan 71 tahun Indonesia merdeka membawa angin segara bagi narapidana kala mendapat remisi. Hak dan hadiah yang pantas bagi narapidana berperilaku baik. Jika itu diberikan kepada pelaku maling berdasi berbeda arti, dalam maksud jangan harap maling akan jera dan cepat diselesaikan sebagaimana kehendak rakyat. Gayus dan Nazarudin mendapatkan juga remisi.
Remisi itu hak, benar dan setuju. Jangan lupa pelaku maling ini telah melanggar hak jutaan warga karena maling hak rakyat, jika hak itu telah digadaikan untuk kaya, hak dia termasuk hak untuk di luar lapas telah lepas. Aneh ketika beberapa kolega mereka di dewan mengedepankan hak ini. melihat pemberitaan Metro TV menjadi heran bagaimana mereka dibela haknya sedang mereka telah terang-terangan maling hak rakyat.
Fadli Zon. Ia menyatakan ide Menteri Yasona yang mengevaluasi penghapusan remisi untuk maling berdasi ini. Ia menekankan bahwa itu hak naraapidana siapapun dia, jadi hak ya harus diberikan. Identik dengan pembelaan soal hak hidup gembong narkoba. Abai hak yang telah mereka rampas.
Asrul Sani dari P3, melihat pemidanaan di Indonesia bukan pemenjaraan namun pembinaan, maka namanya warga binaan. Sepakat boleh dengan idenya, namun kalau yang dibina seperti Nazar dan Gayus yang warga negeri Kompasiana sangat paham itu? Apa juga relevan?
Menteri Yasona, ini kan lama juga di dewan, penekanan soal hak terpidana untuk mendapat remisi, hal yang identik dengan Fadli Zon, namun mereka lupa soal pelaku maling berdasi ini telah merampas jauh lebih banyak hak orang lain.
Tax amnesty,pemahaman saya adalah menarik orang yang telah ngemplang bajak biar mau bayar. Jika program ini mau digalakkan, eh sutradara ngemplang pajak, maling pajak yang telah terkumpul itu diberi remisi. Ini kan dua tindakan yang namanya kontraproduksi bukan malah saling mendukung.
Kisah Gayus, ini kisah lama, panjang, dan beraneka ragam kepentingan bersangkut paut. Ada suap, mengelabui, lari, dan begitu banyak tingkah yang dilakukan selain bersama-sama merencanakan kemplangan pajak. Jawaban akan seperti ini, hukuman bukan balas dendam, toh dia sudah berubah. Ini bukan soal dendam, namun bagaimana hukuman tidak ditegakkan, masih juga kaya kog, bisa dibaca maling saja yang banyak bisa menyuap, jual derita, dan menggiring opini untuk bisa mengatur hukum. Kita bandingkan pembunuh Ade Sara almarhum. Ia dihukum seumur hidup dengan alasan membunuh anak tunggal, meskipun kedua orang tua almarhum mengampuni. Coba lihat bagaimana hak yang dilanggar antara mereka bertiga? Adilkah remisi ini?
Dongeng Nazarudin, mengaku sakit, lari hingga belahan dunia lain, semua departemen ia kuasai untuk maling, bukan untuk dibina, memang ia presiden? Semua lini ia gerogoti, eh dapat juga remisi. Artinya, bahwa uang pajak yang susah payah sisa dimaling Gayus dan kawan-kawan masih juga ia maling dengan kawan-kawan pula. Â Uang yang dikumpulkan dengan tidak mudah Ahok Salah, Risma Benar, Surabaya itu Tidak Beda dengan Jakarta itu digerogoti sepanjang perjalanan, jangan heran kalau banyak yang tetap miskin. Bagaimana pelaku bancaan maling saja masih diberi diskon hukuman mau bebas korupsi?
Revisi untuk pemberian remisi khususnya maling berdasi ini bisa dilakukan jika sudah ada UU pemiskinan maling berdasi. Â Bagaimana bisa mereka keluar masih tetap kaya dan nyalon lagi menjadi kepala daerah atau dewan bahkan bisalebih tinggi dan kembali maling. Siapa yang bisa menjamin ada perubahan. Ingat soal Santosa pelaku terorisme yang telah ikut berbagai program dan mendapat dana eh malah dana itu untuk kembali merongrong negara.
Mendesak untuk  mengundangkan pembuktian terbalik,  dewan doronglah membuat UU ini dan kalian akan mendapatkan nama baik kalian dan rakyat bisa sedikit percaya. Harusnya malu mereka menjadi lembaga paling tidak dipercaya selama ini, bukan malah menyalahkan yang tidak percaya.