Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kriminalisasi Guru dan Tugas Berat Mendidik

2 Juli 2016   06:16 Diperbarui: 2 Juli 2016   08:29 557
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lima,setiap anak atau siswa itu unik. Temukan cara menghadapi anak dengan karakter masing-masing. Dengan demikian anak bisa kita mengerti apa maunya. Bukan karena mau kita. Anak bukan untuk dikendalikan atau dikuasai, untuk didampingi, dibina, dan diajak bertumbuh kembang.

Enam,anak bandel itu cari perhatian. Siap memberikan hati dengan dinamika masing-masing. Berikan hati yang suluas samudera untuk anak-anak model ini. Memang tidak mudah dan ringan beban demikian ini.

Tujuh. Orangtua jangan merasa bisa seenaknya karena membayar. Guru bukan pembantu atau karyawannya yang bisa seenak perutnya sendiri dilarang dan diatur. Sikap ini sangat penting dan perlu dibicarakan saat kegiatan penerimaan siswa baru. Ada kerja sama yang setara bukan semena-mena.

Mengapa kalau orang tua boleh memukul, mencubit, dan menjewer, kalau guru menjadi heboh. Guru adalah orang tua di sekolah. Berikan porsi dan posisi yang sama. Guru juga manusia yang punya keterbatasan, beban pemikiran, dan tentu tingkat stres yang tinggi.

Baru sekali, satu anak, dan tidak fatal, pihak sekolah lebih baik menjembatani, jangan dikira anak tidak akan dibully rekannya kalau gurunya disidang lho, kerugian yang tidak pernah dipikirkan oleh orang tua yang pendek pikir.

Coba dibayangkan, anak itu susah mengerti pelajaran (bahasa kasarnya bodoh), tidak bisa diatur, tidak mencatat, dan malah mengganggu, apa yang dilakukan? Model anak begini biasanya berasal dari rumah lho, jangan malah membalik keadaan dan seolah guru yang merusak anak.

Tidak ada guru itu yang menjewer, mencubit, atau menggampar itu karena kebencian seperti di dalam tawuran, jika pedoman ini dipakai, seperti orang tua yang jewer anaknya itu, kasus seperti ini akan bisa diminimalisir.

Membela anak bak babi buta, memanjakan anak dengan selalu mendengarkan laporannya sama tidak bijaksananya dengan tidak pernah dengarkan mereka sama sekali. Hal ini juga bisa menjadi pedoman di dalam pendidikan anak.

Orang tua sebagai pendidik yang utama dan pertama menyerahkan anak untuk dibina, membantu, bukan pembantu dan orang tua bukan sewenang-wenang untuk menuntut berlebihan peran guru.

Beberapa yayasan yang berorientasi akan uang dari siswa jauh lebih menakutkan, anak itu seperti aset bukan anak didik, dan ini benar-benar ada. Peran diknas dan lembaga terkait, seperti PGRI dan federasi guru berperan di dalam mengawal sekolah bukan perusahaan.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun